Mesir Antara Standar Ganda Barat dan Suara Islam


null
Apa masih kurang jasad-jasad ini jadi korban?
oleh: Qosim Nursheha Dzulhadi
KRISIS Mesir makin memuncak. Di Harian Al-Hayat (Kamis, 15/08/13) Zuhair Qashibati menulis artikel berjudul Ḥarīq Mishr (“Kebakaran Mesir”) yang isinya ternyata membela tindakan aparat Mesir. Sementara pihak Al Ikhwan al Muslimun – melalu juru bicaranya – menyatakan bahwa Al-Sisi (jenderal yang menginisiasi penggulingan Mursy) akan membawa Mesir seperti Suriah.
Pernyataan ini sepertinya mendekati kebenaran, setelah terjadi pembantaian besar-besaran yang dilakukan otoritas – menurut bahasa penguasa – “transisi” dengan alasan untuk membubarkan pada demonstran. Rabi’ah al-Adawiyah dan lapangan al-Nahdhah akhirnya bersimbah darah pada Rabu (14/08/13).
Pasca “Rabu Berdarah” itu, berbagai opini pun bermunculan. Baik yang pro-Mursy maupun yang kontra. Yang diam “seribu bahasa” hanya para kampium demokrasi dari Barat: negeri Pam Sam dan kawan-kawannya. Yang bisa dilakukan Amerika (termasuk Presiden RI) hanya melayangkan ucapan “prihatin” – sepertinya prihatin politis – dan membatalkan latihan militer AS-Mesir plus mempertimbangkan bantuan ke negeri Seribu Menara itu. Lainnya tidak ada.
Negara-negara Eropa dan Barat lainnya sepertinya tengah menjadi “pemirsa yang budiman”. Paling keras mereka akan mengajukan penelitian dan inverstigasi. Itu pun pasti merugikan Islam. Ternyata demokrasi hanya berlaku bagi negara-negara kecil – paling kuat untuk negara yang bisa “dihisap” minyak dan sumber daya alamnya.
Standar Ganda

Itu lah standar ganda Barat-Eropa bagi negara-negara yang mayoritas penduduknya Muslim. Atas nama demokrasi, di Iraq Saddam Husein harus digulingkan. Atas nama demokrasi Mu’ammar Qadhafy di Libya mesti didongkel dari kursinya. Atas nama demokrasi kaum Sunni dibiarkan dibantai di Suriah. Atas nama demokrasi Israel dibiarkan meraja-lela memproduksi senjata nuklir. Atas nama demokrasi pula mereka takut menyebut aksi militer di Mesir terhadap Mohammad Mursy sebagai aksi ‘kudeta’ kekuasaan.
Di sini, pernyataan Perdana Menteri Turki, Recep Tayyib Erdogan ketika melakukan konferensi pers di bandara Ankara sebelum melakukan perjalanan ke Turkmenistan. Katanya,  “Demokrasi di dunia akan menjadi meragukan jika Barat tidak mengambil langkah serius, dan mereka yang diam tidak peduli terhadap tragedi di Mesir akan dianggap sebagai bagian dari para pembunuh.”
Barat memang para pembunuh. Bahkan, pembunuh berdarah dingin. Dan yang tampak saat ini di Mesir Barat benar-benar tengah menjelma menjadi “pembunuh demokrasi” yang mereka kampanyekan kemana-mana. Dan Barat akan tetap bersikap seperti itu. Tetap “memancing” dai air keruh. Dan, selalu mencari kesempatan di dalam kesempitan.
Tak berbeda dari sikap Barat, DK PBB pun terkesan membiarkan apa yang terjadi hari ini. Namun segera harus dimaklumi karena suara Islam tidak ada di PBB, apalagi di kursi Dewan Keamanan di sana. Semuanya pasti pro Militer Mesir dengan pertimbangan sekian nomor urut kepentingan. Kepentingan itu tidak lepas dari lobi-lobi politis plus ekonomis.
Kemana Suara Islam?

Melihat kondisi yang memilukan di Mesir kita jadi bertanya: Kemanakah suara Islam? Mana win-win solution dari OKI. Mana suara dari Liga Arab? Apakah “Mesir Membara” yang telah menelan lebih 600 orang (IM menyebut 2.600 orang), apa masih kurang? Atau memang semuanya tak tahu harus berbuat apa.
Ratusan jasad para demonstran yang dibakar pemerintah Mesir – untuk menghilangkan jejek kekejaman dan kekejian mereka – kurang cukup untuk mengetuk pintu hati kecil? Padahal berbagai protes dari berbagai belahan dunia atas aksi kekerasan dan pembantaian di Mesir sudah muncul dimana-mana. Namun itu adalah kecil. Karena mereka bukan organisasi. Mereka hanya individu-individu yang berkumpul seadanya: untuk menyatakan bahwa mereka masih punya akal dan rasa.
Seharusnya itu sudah cukup untuk memantik rasa ukhuwwah islamiyyah berbagai organisasi Islam yang ada di dunia. Dan sikap itu pula harus diikuti oleh berbagai negara yang mayoritas penduduknya Muslim, khususnya Indonesia. Tentu suara Islam saat ini tengah diuji. Jika tidak ada tindakan nyata dan tegas, maka sudah dapat dipastikan bahwa sampai kapanpun ummat ini akan tetap seperti buih: besar secara kuantitas tapi kecil secara kualitas. Kondisi ini lah yang dikhawatirkan oleh Rasulullah Saw. Solusinya memang harus kembali berpikir ‘ukhrawi’, tidak melulu duniawi. Supaya kita punya nyali. Wallāhu waliyyut-tawfīq.*
Penulis adalah pengasuh Pondok Pesantren Ar-Raudlatul Hasanah, Medan-Sumatera Utara dan Ketua Majelis Intelektual dan Ulama Muda (MIUMI) Sumut.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Mentransformasikan Takbir dalam Kehidupan Kita


Tiada arti bagi takbir yang diucapkannya bila yang diterapkan dan di junjung tinggi adalah yang diberikan loyalitas adalah hukum buatan manusia
null
Hanya Allah Subhanahu Wata'ala yang kita besarkan, bukan yang lain
Oleh: Shalih Hasyim
Allah Subhanahu Wa ta’ala berfirman :
وَلِتُكْمِلُواْ الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُواْ اللّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
“supaya kalian menyempurnakan bilangan (shaum Ramadlan) dan supaya kalian mengagungkan Allah atas hidayah yang Dia berikan kepada kalian, serta supaya kalian bersyukur.” [QS. Al Baqarah (2) : 185].
SEMINGGU ini gema takbir dikumandangkan. Inilah hari raya setelah kaum Muslimin berbuka dari ibadah shaum Ramadlan. Ied adalah perayaan yang selalu berulang, sedangkan Al Fithr adalah berbuka dari shaum. Jadi ‘Idul Fithri adalah hari raya yang selalu berulang yang dilakukan setelah berbuka dan selesai menunaikan shaum Ramadlan.
Setelah Allah ta’ala menjelaskan pensyari’atan kewajiban shaum Ramadlan dan kewajiban mengqadla atas orang yang tidak shaum karena sakit, musafir, hamil, dan menyusui dan yang serupa itu.
Ayat diatas memberikan arahan kepada kita agar  sempurna shaum kalian sebulan penuh dan supaya kalian memuji Allah ta’ala dengan mengagungkannya dalam bentuk takbir dan dzikir di akhir ibadah shaum kalian. Perintah dzikrullah ini bukan hanya setelah selesai ibadah shaum, akan tetapi setelah selesai setiap ibadah, di mana setelah ibadah shalat jum’at Allah ta’ala memerintahkan untuk dzikrullah, sebagaimana firman-Nya :
فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلَاةُ فَانتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ وَابْتَغُوا مِن فَضْلِ اللَّهِ وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا
“Kemudian bila telah ditunaikan shalat (jum’at), maka bertebaranlah kalian di muka bumi, dan carilah dari karunia Allah serta mengingatlah Allah dengan banyak.” [QS. Al Jum’ah (62) : 10]
Begitu juga sehabis ibadah haji, Dia berfirman :
فَإِذَا قَضَيْتُم مَّنَاسِكَكُمْ فَاذْكُرُواْ اللّهَ
“Kemudian bila kalian telah menunaikan manasik (haji) kalian, maka kalian mengingatlah Allah….” [QS. Al Baqarah (2) : 200]
Begitu juga sehabis shalat fardlu, Ibnu ‘Abbas radliallahu ‘anhuma berkata :
ماكنا نعرف انقضاء صلاة رسول الله صلى الله عليه وسلم إلا بالتكبر
“Kami tidak mengetahui berakhirnya shalat Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam kecuali dengan takbir.” [HR Al Bukhari]
Para ulama dari ayat “dan supaya kalian mengagungkan Allah…” ini mengambil kesimpulan pensyari’atan takbir di hari raya Iedul Fthri, sedang waktunya adalah mulai dari maghrib 1 Syawal sampai imam memulai melaksanakan shalat Ied.
Takbir اللّهَ اكبر adalah ungkapan pengagungan Allah yang harus muncul dari lubuk hati yang sangat dalam. Di mana takbir adalah pengakuan hati bahwa Allah itu Maha Agung lagi Maha Besar dari segalanya, diikrarkan dengan lisan serta pengakuan itu dibuktikan di dalam praktek kehidupan. Tapi bila di dalam prakteknya ternyata ada hal lain yang lebih didahulukan dan lebih dipentingkan daripada Allah ta’ala dan hukum-Nya, maka sesungguhnya ikrar takbir yang diucapkan dengan lisan itu adalah dusta dan hanya hiasan mulut semata.
Allahu Akbar jika dikumandangkan akan melahirkan keimanan yang kuat. Alangkah kecil, ilmu, harta, kekuasaan dan pengaruh yang kita miliki. Subhanallah, Maha Suci Allah. Bukankah kita seringkali tidak mampu memelihara kebersihan hati, pikiran, mulut, dan anggota tubuh dari maksiat. Al-Hamdulillah, alangkah banyaknya karunia Allah  yang diberikan kepada kita. Sudahkah nikmat itu kita optimalkan untuk mengabdi kepada-Nya !.
Allah Maha Agung… Allah Maha Besar… Dia lebih besar daripada anak dan isteri, oleh sebab itu Ibrahim ‘alaihissalam meninggalkan isterinya Hajar dan puteranya yang masih bayi yaitu Ismail di lembah yang kering kerontang yang tidak ada air lagi tidak ada tanaman, dikarenakan Allah ta’ala yang memerintahkannya. Di dalam Shahih Al Bukhari: Hajar bertanya kepada Ibrahim: “Apakah Allah yang telah memerintahkan engkau dengan hal ini? Ibrahim ‘alaihissalam menjawab: Ya”. Maka Hajar dengan penuh keyakinan mengatakan: “Kalau begitu, maka Allah tidak akan menyia-nyiakan kami.”
Ini adalah contoh realisasi ucapan takbir, di mana perintah Allah ta’ala didahulukan walaupun harus meninggalkan anak isteri yang sangat dicintai, begitu pula saat jihad sudah menjadi fardlu ‘ain pada kondisi seperti sekarang, maka bukti kongkrit takbir yang diucapkan di dalam shalat pada setiap gerakan adalah orang muslim keluar berjihad meninggalkan anak isteri….Allahu Akbar….
Kisah Siti Hajar
Aplikasi mentakbirkan Allah Subhanahu Wata’ala ada pada  SIti Hajar. Beliau adalah contoh di dalam sikap seorang wanita Muslimah, di mana ia menerima keputusan Ibrahim ‘alaihissalam tercinta untuk meninggalkannya, karena itu adalah perintah Allah ta’ala, sedangkan Allah dan perintah-Nya adalah lebih besar daripada Ibrahim suaminya, dan ia yakin bahwa Allah ta’ala tidak akan menyia-nyiakannya.
Begitulah seharusnya wanita Muslimah bersikap saat suaminya memenuhi panggilan kewajiban jihad, dia jangan khawatir, dan jangan menghalang-halangi suaminya dari menunaikan kewajiban bila takbir yang selalu dia ucapkan di dalam shalatnya itu benar lagi jujur… اللّهَ اكبر
Begitulah makna takbir اللّهَ اكبر ini dibuktikan oleh para sahabat Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam, di mana mereka pergi jauh berbulan-bulan bahkan ada yang tidak pulang lagi meninggalkan anak isteri mereka di dalam menunaikan perintah Allah berjihad menegakkan kalimat Allah di muka bumi ini. Para sahabat dan generasi salaf melakukan hal ini dan para isteri mereka pun rela dan tulus ikhlas sepenuh hati menerima hal itu, ini dikarenakan makna اللّهَ اكبر terpancang di dalam jiwa mereka.
Namun banyak realitas kaum muslimin yang berat meninggalkan isteri mereka dan begitu pula para isteri menghalangi para suami mereka dari pergi jihad yang sudah fardlu ‘ain, padahal ucapan takbir selalu mereka lantunkan, maka apakah sseperti itu bukti kongkritnya? Yang ada malah wujud الحب اكبر (Cinta Maha Besar?!!!).. Aku tak bisa hidup tanpa dirimu di sisiku!!!? Yang menghantarkan orang itu pada posisi fasiq di dalam surat (At Taubah (9) : 24).
قُلْ إِن كَانَ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَآؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُم مِّنَ اللّهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُواْ حَتَّى يَأْتِيَ اللّهُ بِأَمْرِهِ وَاللّهُ لاَ يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ
“Katakanlah: “Bila bapak-bapak kamu, anak-anak kamu, saudara-saudara kamu, isteri-isteri kamu, karib kerabat kamu, harta-harta yang kamu usahakan dan perniagaan yang kalian khawatirkan kerugiannya serta tempat-tempat tinggal yang kamu sukai adalah lebih kalian cintai daripada Allah dan Rasul-Nya serta dari jihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan urusan-Nya. Dan Allah tidak memberikan petunjuk kepada orang-orang yang fasiq.” [QS. At Taubah (9) : 24].
Allah Maha Besar…Allah lebih besar dari anak kita, oleh sebab itu jangan sampai kecintaan kepadanya menjadi penghalang di dalam menjalankan perintah Allah ta’ala. Perhatikanlah makna اللّهَ اكبر yang terpatri di dalam jiwa Ibrahim ‘alaihissalam tatkala diperintahkan Allah untuk menyembelih putera kesayangannya Ismail ‘alaihissalam, dan perhatikan pula sikap anak yang tunduk dan rela sepenuh hati menerima konsekuensi perintah Allah ta’ala :
يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِن شَاء اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ
“(Ibrahim) berkata: “Wahai anakku ! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu !” Dia (Ismail) menjawab: “Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu, insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.” [ QS. Ash Shaffat (37) : 102].
Ini dia Abu Salamah radliallahu ‘anhu, tatkala kewajiban hijrah sudah tetap ke Madinah, maka ia pergi hijrah meninggalkan anak dan isterinya yang ditahan oleh kaumnya, dan begitulah Generasi salaf pergi jauh berjihad meninggalkan anak-anaknya yang masih dikandung atau masih kecil, apakah hanya kita saja yang memiliki anak kecil dan isteri yang sedang hamil tua? Mana makna اللّهَ اكبر yang selalu kita ulang-ulang di dalam gerakan shalat?!!! Coba lihat lagi ayat 24 At Taubah tadi…! Anak itu titipan dan milik Allah, maka jangan sampai ia menghalangi pelaksanaan kewajiban…
Allah Maha Besar… Dia lebih besar dari ayah sendiri, oleh sebab itu Ibrahim ‘alaihissalam berlepas diri dari ayahnya tatkala ayahnya itu bersikukuh diatas kekafiran.
فَلَمَّا تَبَيَّنَ لَهُ أَنَّهُ عَدُوٌّ لِلّهِ تَبَرَّأَ مِنْهُ
“Kemudian tatkala telah jelas baginya (Ibrahim) bahwa ayahnya itu adalah musuh bagi Allah, maka ia (Ibrahim) berlepas diri darinya.” [ QS. At Taubah (9) : 114].
Ini dia Abu Ubaidah Ibnul Jarrah pada perang Badar membunuh ayahnya sendiri yang kafir, begitu juga Abu Bakar Ash Shiddiq radliallahu ‘anhu menempeleng ayahnya sendiri Abu Quhafah di Mekkah sampai tersungkur, dan hal itu diceritakan orang kepada Nabi Shalallahu ‘alaihi wa Sallam maka beliau bertanya : “Apa benar engkau melakukannya wahai Abu Bakar?” Ia menjawab: “Demi Allah seandainya ada pedang di dekat saya, tentu saya pukul dia dengannya.” Itu tatkala Abu Quhafah masih kafir dan menghina Nabi Shalallahu ‘alaihi wa Sallam.
Dan berkitan dengan mereka itu turun firman Allah ta’ala :
لَا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آبَاءهُمْ أَوْ أَبْنَاءهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ
“Kamu tidak akan mendapatkan orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir mereka menjalin kasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya walaupun mereka itu bapak-bapak mereka atau anak-anak mereka atau saudara-saudara mereka atau karib kerabat mereka….” [ QS. Al Mujadilah (58) : 22].
Ini juga Sa’ad Ibnu Abi Waqqash radliallahu ‘anhu, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Muslim, At Tirmidzi dan yang lainnya, tatkala ia masuk Islam dan komitmen dengan tauhid, ibunya berkata : “Bukankah Allah telah memerintahkan untuk berbakti ? Demi Allah saya tidak akan makan dan minum apapun sampai saya mati atau kafir.” Namun Sa’ad tetap teguh dengan prinsip tauhid walaupun disebut durhaka, dan Allah ta’ala pun menurunkan firman-Nya :
وَوَصَّيْنَا الْإِنسَانَ بِوَالِدَيْهِ حُسْنًا وَإِن جَاهَدَاكَ لِتُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا
“Dan Kami telah mewasiatkan kepada manusia agar ia berbuat baik kepada kedua orangtuanya, dan bila keduanya memaksamu supaya menyekutukan Aku dengan sesuatu yang kamu tidak memiliki ilmu tentangnya, maka jangan kamu taati keduanya….” [ QS. Al Ankabut (29) : 8].
Ini semua dikarenakan makna اللّهَ اكبر terpatri di dalam lubuk hati mereka, namun sungguh sangat disayangkan realita orang-orang yang mengaku muslim dan sering bertakbir di masa sekarang, di mana dikarenakan desakan orangtua dan keinginan ingin menyenangkan keduanya banyak diantara mereka yang mendaftarkan dirinya untuk menjadi aparat thaghut (polisi, tentara dan yang lainnya), maka mana makna takbir yang selalu diucapkan itu? Batal dengan perbuatannya tersebut…..
Banyak pula yang mundur dari ikut serta di dalam jihad karena dilarang orangtua atau mertua, padahal jihad sudah fardlu ‘ain tidak usah izin orangtua apalagi mertua. Maka mana makna اللّهَ اكبر yang sering diucapkan ?.Allah Maha Besar… Dia lebih besar dari semua harta benda dan perintah-Nya harus didahulukan walaupun harus mengorbankan harta benda.
Makna inilah yang dibuktikan oleh Shuhaib Ar Rumi Radliallahu ‘anhu, di mana saat Allah ta’ala mewajibkan hijrah ke Madinah, maka ia pun hijrah walaupun harus menyerahkan seluruh harta bendanya kepada kafir Quraisy agar mereka melepaskan dia pergi hijrah, maka tatkala ia sampai ke Madinah, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam berkata kepadanya: “Beruntung jual belinya wahai Abu Yahya, beruntung jual belinya wahai Abu Yahya.
 Dan turun firman-Nya :
وَمِنَ النَّاسِ مَن يَشْرِي نَفْسَهُ ابْتِغَاء مَرْضَاتِ اللّهِ وَاللّهُ رَؤُوفٌ بِالْعِبَادِ
“Dan diantara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya untuk mencari keridlaan Allah. Dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya.” [QS. Al Baqarah (2) : 207].
Namun zaman sekarang banyak orang yang menjual agamanya demi mendapatkan kenikmatan atau keleluasaan hidup di dunia ini yang hanya sementara. Di mana segolongan manusia mengorbankan tauhidnya berbondong-bondong menjadi polisi dan tentara thaghut demi mendapatkan gaji bulanan dan tunjangan hidup, segolongan mereka mau menjadi mata-mata thaghut yang mengawasi dan melaporkan kegiatan amal jihadi kepada thaghut dan ansharnya, sebagian yang lain rela menjadi alat penjinak para singa tauhid dan jihad demi kepentingan penguasa thaghut dalam rangka mendapatkan imbalan dunia dan lain sebagainya….
Allah Maha Besar… Dia lebih besar dan lebih agung daripada sebidang tanah dan hukum-Nya lebih besar daripada sekedar tanah air. Di mana ajaran Allah harus di junjung tinggi walaupun berbenturan dengan kepentingan tanah airnya atau negaranya. Oleh sebab itu Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam hijrah meninggalkan Mekkah tanah airnya menuju Madinah dan begitu pula para sahabatnya…
Allah ta’ala pun telah mengancam orang yang lebih mencintai tanah airnya sehingga menelantarkan hukum dan ajaran Allah, di mana mereka lebih mengutamakan dan mengedepankan kepentingan bangsanya dan negaranya daripada agama dan hukum Allah, dan demi meraih ridla anak-anak bangsa yang kafir mereka menggugurkan hukum Islam di dalam aturan sistim pemerintahan dan mereka menggunakan hukum buatan yang direstui oleh orang-orang kafir asli dan orang-orang murtad…sehingga gugur pula makna takbir yang mereka ucapkan, tiada arti bagi takbir yang diucapkannya bila yang diterapkan dan di junjung tinggi adalah hukum thaghut, tidak ada arti bagi takbir yang mereka ucapkan bila yang diberikan loyalitas adalah hukum buatan manusia.*
Penulis adalah kolumnis hidayatullah.com, tinggal di Kudus, Jawa Tengah

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Pendidikan yang Melembutkan Hati Anak-anak Kita


Pendidikan modern kata Mohammad Iqbal, tidak mengajarkan air mata pada mata dan kesejukan di hati, inilah prahara dunia pendidikan kontemporer
null
Anak-anak yang lahir dari pendidikan ber-adab akan melahirkan generasi-generasi tauhid
Oleh: Sholih Hasyim
Ummat Terbaik
Sesungguhnya kata “adil” dan “adab” banyak kita temukan dalam Undang-undang kita. Bahkan dalam rumusan Pancasila yang merupakan indikator yang jelas kuatnya pengaruh pandangan Islam. Itu pula ditandai dengan terdapatnya sejumlah istilah kunci lain yang muatannya khas Islam – seperti “hikmah”, “musyawarah”, “perwakilan’, - dll.
Dua kata adil dan beradab berasal dari kosa kata yang memiliki makna khusus (istidlalan), maka hanya dapat dipahami dengan tepat jika dirunut pada pandangan-alam Islam.
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.” (QS:  An Nahl (16) : 90).
Prof. Dr. Hamka dalam Tafsir Al-Azhar menjelaskan bahwa makna adil dalam ayat ini “menimbang yang sama berat, menyalahkan yang salah dan membenarkan yang benar, mengembaliukan hak kepada pemiliknya dan jangan berlaku zhalim, aniaya.”
Lawan dari adil adalah zhalim, yaitu mengingkari kebenaran karena ingin mencari keuntungan duniawi, mempertahankan perbuatan yang salah, karena ada kedekatan hubungan. Maka, selama keadilan itu masih terdapat dalam masyarakat, pergaulan hidup manusia, maka selama itu pula akan aman sentosa, timbul amanat dan saling mempercayai. Jadi adil tidak identik sama rata-sama rasa.
Banyak ulama telah banyak membahas makna adab dalam pandangan Islam. Anas ra. Meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda:  “Akrimu auladakum wa-ahsinu adabahum.” (Muliakanlah anak-anakmu dan perbaikilah adab mereka (HR. Ibnu Majah).
Adalah KH. Asy’ari membuka karya tulisnya “Adabul ‘Alim Wal Muta’allim” , dengan mengutip sabda Rasulullah SAW : Haqqul waladi ‘alaa waalidaihi an-yuhsina ismahu, wa yuhsina murdhi’ahu wa yuhsina adabahu (Hak seorang anak atas orangtuanya adalah mendapatkan nama yang baik, pengasuhan yang baik, dan adab yang baik).
Habib bin as-Syahid suatu ketika menasihati putranya, ”Ishhabil fuqohaa-a wa ta’allam minhum adabahum, fainna dzalika ahabbu ilayya min katsirin minal haditsi.”  (Bergaullah engkau dengan para fuqaha serta pelajarilah adab mereka. Sesungguhnya yang demikian itu lebih aku senangi daripada banyak hadits).
Ibnul Mubarak pernah mengatakan ; “Nahnu ilaa qalilin minal adabi ahwaja minna ilaa katsirin minal ‘ilmi.” (Mempunyai adab sedikit lebih kami butuhkan daripada banyak ilmu pengetahuan).
Rasulullah SAW bersabda : Tiada suatu pemberian yang paling baik dari orangtuanya kepada anaknya melebihi dari adab yang baik.”  (al Hadits).
Tiada sesuatu yang paling berat pada timbangan  seorang hamba pada hari kiamat melebihi dari akhlak yang baik.” (HR. Abu Dawud dan Turmudzi).
Bertolak dari al-Quran dan Hadits serta perkataan para ulama di atas dapat dipahami bahwa adab sesungguhnya derivasi dari kualitas keimanan dan mutu ketaatan dalam menjalankan hukum-hukum Allah Subhanahu Wata’ala. Adab bukan sekedar sopan-santun dan unggah-ungguh (Jawa). Tetapi adab menggabungkan amal hati, amal lisan, dan amal anggota tubuh.
Bahkan, individu manusia yang terbaik adalah yang beriman dan beramal shalih (khoirul bariyyah) dan komunitas yang paling baik  (khairu ummah) adalah yang selalu mengajak kepada al-ma’ruf (kebaikan yang dikenali hati) dan mencegah dari al-nunkar (kejelekan yang diingkari hati).
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ أُولَئِكَ هُمْ خَيْرُ الْبَرِيَّةِ
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, mereka itu adalah Sebaik-baik makhluk.” (QS. Al Bayyinah (98) : 7)
كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلَوْ آمَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.” (QS:Ali Imran (3) : 110).
Demikianlah dampak dari pendidikan yang mendahulukan adab. Anak-anak yang lahir dari pendidikan ber-adab akan melahirkan generasi-generasi tauhid yang hanya takut pada Allah semata.  Generasi bertauhid, sudah pasti sikap dan tindak-tanduknya menggetarkan dunia dan alam sekitarnya.
Diriwayatkan dari ‘Aisyah رضي الله عنها bahwa Rasulullah pernah bersabda,  “Sesungguhnya setan lari ketakutan jika bertemu Umar.”
Pertanyaannya, adakah pendidikan dan sekolah kita mampu melahirkan orang sekaliber Umar bin Khattab ini?
Sebaliknya, jika kita gagal menanamkan adab dan akhlak kepada anak-anak kita, yang lahir adalah generasi-generasi yang sesungguhnya tidak bermutu yang ujungnya justru meruntuhkan kekuatan bangsa kita yang katanya besar ini.
Sebagai penutup, ada pepatah Arab mengatakan, “Bangsa akan eksis jika akhlak penduduknya bermutu, jika akhlaknya hilang, maka ucapkanlah takziyah (ucapan selamat tinggal untuk orang yang meninggal) kepada bangsa tersebut.” *
Penulis adalah kolumnis hidayatullah.com tinggal di Kudus, Jawa Tengah

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Halal bi Halal Hakekatnya Menjalin Kedekatan dengan Allah


Halal bi Halal itu adalah menyinergikan hubungan baik dengan Allah dan sesama, bukan yang lain.
null
Oleh: Ali Akbar bin Agil
ADA sebuah tradisi kreatif khas masyarakat Muslim Tanah Air, yaitu Halal bi Halal. Satu kebiasaan yang hanya ada di negeri kita. Halal bi Halal muncul sebagai ungkapan saling menghalalkan kesalahan dan kekhilafan. Saling memaafkan satu sama lain. Setiap orang sadar tidak ada yang lepas dari kesalahan. Manusia tempatnya salah dan lupa. Idul Fitri dengan kegiatan Halal bi Halal-nya, membuat umat Islam melebur kesalahannya dengan berbagi maaf tanpa sekat yang membatasi.
Ada tiga pelajaran yang bisa kita petik dari kegiatan Halal Bi Halal. Pelajaran pertama adalah pembersihan diri dari segala bentuk kesalahan. Ibarat pemudik yang pulang ke kampung halamannya setelah sekian tahun merantau ke negeri seberang. Dalam perjalanan itu tidak sedikit ia isi dengan kesalahan, seperti lupa salat, lalai menunaikan janji setia kepada Allah, lupa berdzikir, bersikap angkuh atau berlaku aniaya kepada diri sendiri.
Di hari nan fitri itu kita “mudik” kepada Allah. Kembali kepada-Nya dengan membawa proposal berisi rintihan permohonan ampun. Memohon ampun atas dosa yang terjadi. Kita sadar bahwa diri ini penuh maksiat. Halal bi Halal menggiring kita untuk kembali ke kampung halaman yang sesungguhnya.
Kembali kepada ampunan Allah yang sangat luas. Itulah makna hakiki dari kalimat Minal A`idhin wal Faizin yang artinya “Semoga kita kembali kepada fitrah dan menang melawan hawa nafsu.” Kembali kepada jati diri yang suci bak bayi yang lahir ke muka bumi. Bersih, bening dan penuh ketulusan.
Pelajaran kedua dari Halal bi Halal adalah membersihkan hati dari rasa benci kepada sesama. Pada suatu hari, ketika Nabi SAW tengah duduk-duduk dengan para sahabatnya, ada seorang pria asing berjalan di hadapan mereka. Orang itu berjalan lalu pergi entah ke mana.
Setelah pria asing itu berlalu, Nabi berkata kepada para sahabat, “Dialah ahli surga.” Kalimat itu beliau ucapkan tiga kali. Sahabat Abdullah bin Umar penasaran tentang amal perbuatan yang dikerjakannya sampai sampai Nabi menyematinya sebagai ahli surga. Abdullah memutuskan untuk menyusul si “ahli surga” di kediamannya.  Abdullah minta izin menginap selama 3 hari di rumahnya. Pria ini memberinya izin. Ternyata selama 3 hari itu Abdullah tidak melihat amalan-amalannya yang istimewa. Abdullah semakin penasaran.
Akhirnya ia bertanya, “Wahai saudaraku, sewaktu engkau lewat di hadapan kami, Rasulullah berkata bahwa engkau adalah ahli surga. Amalan apa yang engkau kerjakan sehingga Rasul sangat memuliakanmu?” Pria sederhana ini menjawab, “Sesungguhnya aku tidak pernah melakukan apa-apa. Aku tidak punya ilmu dan harta yang bisa kusedekahkan. Aku hanya punya rasa cinta kepada Allah, Rasulullah dan sesama manusia.  Setiap malam menjelang tidur, aku selalu berusaha menguatkan rasa cinta itu sekaligus berusaha menghilangkan rasa benci terhadap siapa saja.”
Terkadang karena persaingan bisnis atau faktor lainnya terbesit rasa dendam dan iri hati. Mari kita singkirkan penyakit-penyakit pengotor hati itu dalam momentum Halal bi Halal. Tidak ada lagi kedengkian. Kita ganti dengan kelapangan jiwa. Kita obati kesombongan dengan kerendah-hatian. Kita buang permusuhan dan kita isi dengan persaudaraan.
Pelajaran ketiga adalah memupuk kepedulian dan kebersamaan. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak bisa lepas dari pergaulan dan kebersamaan yang dibangun lewat sikap tolong-menolong. Muslim yang kaya membantu saudaranya yang miskin. Sepatutnya rasa gembira seseorang juga memberikan bentuk kenikmatan yang lain, yaitu kenikmatan bersyukur dengan berupaya membagi kebahagiaan itu kepada sesamanya. Kini, saatnya setiap Muslim membumikan berkah-berkah kesalehan Ramadhan dengan menebar rasa bahagia ke setiap orang, memupuknya, merawat dan menjaga agar mendapatkan buah indahnya ikatan persaudaraan.
Syawal, sebagai bulan indahnya kebersamaan dalam kasih sayang, merupakan hari-hari yang begitu membahagiakan bagi semua Muslim. Sebuah waktu istimewa untuk dapat bersilaturahim, saling mengenal dan saling mendoakan. Doa yang dianjurkan saat berjumpa adalah, “Taqobbalallahu minna waminkum (Semoga Allah menerima amalanku dan amalanmu)” Kita hendaknya berusaha mengamalkan tuntunan Rasulullah untuk memberikan kesenangan dan kegembiraan fitri bukan saja kepada kerabat dan handai tolan, melainkan pula kepada saudara-saudara kita yang fakir, miskin, atau dalam kondisi yang memprihatinkan (dhu`afa), agar kelak mereka tidak lagi meminta-minta dan hidup kesusahan, hingga kegembiraan itu terus berlanjut dalam kehidupan yang layak.
Jika semua itu bisa kita lakukan, Allah berjanji dalam hadits Qudsi: “Cinta-Ku berhak (diperoleh) bagi orang-orang yang saling mencintai karena-Ku, cinta-Ku berhak diperoleh bagi orang-orang mau saling memberi karena-Ku, cinta-Ku berhak diperoleh bagi orang-orang yang mau saling tolong menolong karena-Ku, cinta-Ku berhak diperoleh bagi orang-orang yang saling berlaku adil karena-Ku dan cinta-Ku berhak bagi orang-orang yang saling berziarah karena-Ku.”
Mudah-mudahan kita mampu menyinergikan Hablun minaLlah dan Habhun minann-Nas (hubungan baik dengan Allah dan sesama) dalam tradisi Halal bi Halal. Kepada Allah kita memohon ampunan-Nya dan kepada sesama saudara Muslim kita saling memaafkan.*
Penulis adalah pengajar di Pesantren Darut Tauhid, Malang.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

PERAN TEKNOLOGI DALAM PERKEMBANGAN ISLAM

1.   Internet sebagai Sarana  untuk berdakwah

 Hadirnya akses internet merupakan media yang tidak bisa dihindari karena sudah menjadi peradaban baru dalam dunia informasi dan komunikasi tingkat global. Dengan adanya akses internet, maka sangat banyak informasi yang dapat dan layak diakses oleh masyarakat internasional, baik untuk kepentingan pribadi, pendidikan, bisnis dan lain-lain. Dimana munculnya jaringan internet dianggap sebagai sebuah revolusi dalam dunia komunikasi dan informasi.
 
Pada saat pertama kali internet diperkenalkan oleh para ilmuan barat, hampir dari kebanyakan tokoh Islam merasa curiga dan khawatir akan efek dari temuan teknologi tersebut.  Namun kenyataanya  jaringan internet yang hampir menelan seluruh penjuru dunia adalah merupakan lahan luas yang bisa  menyuarakan kepentingan Islam dengan memperkenalkan, mengajak (dakwah), membela dan memecahkan berbagai problema.
 
 Dakwah melalui jaringan internet dinilai sangat efektif dan potensial dengan berbagai alasan, diantaranya:
Ø mampu menembus batas ruang dan waktu dalam sekejap dengan biaya dan energi yang relatif terjangkau.
Ø  pengguna jasa internet setiap tahunnya meningkat drastis, ini berarti berpengaruh pula pada jumlah penyerap misi dakwah.
Ø  para pakar dan ulama yang berada dibalik media dakwah via internet bisa lebih konsentrasi dalam menyikapi setiap wacana dan peristiwa yang menuntut status hukum syar’i.
Ø  dakwah melalui internet telah menjadi salah satu pilihan masyarakat. Berbagai situs mereka bebas memilih materi dakwah yang mereka sukai, dengan demikian pemaksaaan kehendak bisa dihindari.
 
 Cara penyampaian yang variatif  telah membuat dakwah Islamiyah via internet bisa menjangkau segmen yang luas.
 
 Perlu diingat bahwa keefektifan media ini juga sangat tergantung pad ummat Islam itu sendiri. Artinya kecakapan dan keikhlasan mereka dalam berdakwah via internet, serta kesungguhan mereka dalam meredam segala bentuk perpecahan dan perselisihan intern dalam ummat Islam sangat berpengaruh dalam sukses tidaknya misi suci ini. Untuk itulah diantara kewajiban para pemimpin aliran-aliran dalam Islam agar berusaha semaksimal mungkin untuk dapat merukunkan dan meminimalisisir titik perbedaan dan berusaha mengedepankan titik persamaan.
Terlepas dari pro dan kontra tentang penggunaan internet, setidaknya terdapat tiga motode dakwah melalui internet yaitu :
1.     Dengan menggunakan fasilitas website seperti yang telah dilakukan oleh banyak organisasi Islam maupun tokoh-tokoh ulama. Berdakwah dengan menggunakan fasilitas ini dianggap lebih fleksibel dan luas jika dibandingkan dengan dua fasilitas berikutnya.
2.      Menggunakan fasilitas mailing list dengan mengajak diskusi keagamaan atau mengirim pesan-pesan moral kepada seluruh anggotanya.
3.     Menggunakan fasilitas chatting ynag memungkinkan untuk berinteraksi secara langsung.
Sebenarnya jika dibandingkan dengan dua fasilitas yang telah disebutkan di atas, fasilitas chatting lingkupnya lebih sempit sebab kegiatan dakwah melalui fasilitas ini hanya berlangsung pada saat pelaku dakwah sedang on line di internet saja.
 
2. Kelebihan Internet sebagai Media Dakwah
 Dibandingkan media dakwah yang lain, Internet memiliki tiga keunggulan. Pertama karena sifatnya yang never turn-off (tidak pernah dimatikan) dan unlimited access (dapat diakses tanpa batas). Internet memberi keleluasaan kepada penggunanya untuk mengakses dalam kondisi dan situasi apapun.
 Kedua, Internet merupakan tempat yang tepat bagi mereka yang ingin berdiskusi tentang pengalaman spiritual yang mungkin tidak rasional dan bila dibawa pada forum yang biasa akan mengurangi keterbukaannya. Para saintis biasanya merasa terbatasi oleh koridor ilmiah untuk mengekspresikan suatu pikiran atau pengalaman. Internet menyediakan ruang yang mengakomodasi keinginan mereka untuk merasa bebas membicarakan sesuatu yang di luar kelaziman ilmiah.
 Ketiga, sebagian orang yang memiliki keterbatasan dalam komunikasi sering kali mendapat kesulitan guna mengatasi dahaga spiritual mereka. Padahal mereka ingin sekali berdiskusi dan mendapat bimbingan dari para ulama. Sementara itu ada sebagian orang yang ingin bertanya atau siap berdebat dengan para ulama untuk mencari kebenaran namun kondisi sering tidak memungkinkan. Internet hadir sebagai kawan (atau lawan) diskusi sekaligus pembimbing setia. Para ulama seharusnya dapat menggunakan internet sebagai media efektif untuk mencapai tujuan dakwah.
 
3.Situs dakwah
 www.myQuran.com
   

     www.islamonline.com
Dari penjelasan di atas maka dapat dikatakan bahwa masyarakat muslim umumnya dan ulama/da’i secara khsus agar lebih pro aktif dalam turut serta memanfaatkan multi media sebagai sarana berdakwah dan mencari bahan untuk materi dakwah. Kemajuan teknologi semakin hari semakin tidak bisa dibendung, oleh karena itu disamping harus bisa disikapi secara arif juga bisa dimanfaatkan secara maksimal untuk missi Islam.
 Dengan kecanggihan teknologi dewasa ini, tentunya akan dapat mengurangi beban materi dan energi dalam rangka menjalankan missi dakwah Islamiyah ke antero jagat. Para ulama dan pakar tidak lagi membutuhkan biaya ekstra dan waktu yang lama untuk sekedar menyampaikan dan mencari materi dakwah.
 Jaringan internet dengan segala fasilitasnya yang telah memberi ruang yang cukup bagi kelangsungan aktifitas dakwah islamiyah dengan sasaran yang plural dari berbagai suku dan bangsa harus kita gunakan dengan seefisien mungkin.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

PEKEMBANGAN AL-QURAN DI ERA TEKNOLOGI


Pada masa Rasulullah  setiap wahyu  yang turun ditulis di pelepah kurma, kulit binatang , kulit kayu ataupun  media penulisan lainya. Kemudian pada masa khalifah Umar Bin Khatab, ayat-ayat Al-Quran yang tertulis diberbagai tempat tersebut dikumpulkan dan ditulis kedalam sebuah buku. Seiring berkembangya waktu, media penyimpanan Al-Quran semakin berkembang dan sekarang kita bisa membaca Al-Quran dikomputer bahkan melalui selular kita, melalui software Al-Quran digital. 
 
1.     Pengertian, manfaat dan kegunaan  al-quran digital
Al-Quran digital merupakan salah satu produk/tekhnologi terkini dalam hal pemanduan konsep tekhnologi & religi. Al-quran digital dianggap menjadi sebuah jalan baru, bagi perkembangan konsep dakwah  agama islam.Dan keberadaan Al-quran digital merupakan perwujudan dari konsep Al-quran yang selama ini hanya tersedia dalam bentuk cetakan buku. Salah satu hal penting yang menjadi keunggulan Al-quran digital, meski mamiliki bentuk yang berbeda namun kandungan isinya tidak berubah sedikit pun , sehingga tidak perlu ada kekhawatiran dari manusia yang ingin mendengarkan & mengkaji makna Al-quran melalui fasilitas digital tersebut. Media yang digunakan untuk fasilitas Al-quran itu pun bermacam-macam: dlm bentuk software , dikemas melalui  keping cakram & bahkan ada pula perusahaan yang membuat sebuah piranti seperti flashdisk yang khusus memutar lantunan ayat suci Al-quran beserta tafsirannya.
         
Beberapa manfaat Al-Quran digital
1.     Memudahkan kita untuk bisa menyimak lantunan ayat suci Al-quran dimana saja. Baik itu saat dalam perjalanan jauh melalui perangkat komputer bahkan melalui seluler anda.
2.     Lebih praktis  dalam hal penyimpanan, karena tidak membutuhkan tempat khusus.
3.     Mudah dibawa kemana saja/dibagikan kepada siapa saja yang membutuhkan tempat khusus.
4.     Lebih aman akan terhindar dari resiko rusak seperti sobek/ terkena kotoran sebagaimana jika kita menyimpan Al-quran dalam bentuk buku.
5.     Dengan bantuan tekhnologi Al-quran digital ini akan memudahkan manusia untuk semakin mengenal & mndekatkan pada kitab suci umat islam tersebut.
Dan juga banyak manfaat dalam sekeping CD Al-Quran digital diantaranya:
1.     Tulisan Arab dan terjemah bisa dicopy ke Microsoft Word, memudahkan Anda yang sedang menulis buku, tesis, desertasi, skripsi, makalah, majalah, bulletin. Anda hanya tinggal copy paste saja.
2.     Terjemah dua bahasa : Indonesia dan Inggris. Bagi Anda yang sedang menterjemah buku atau naskah dari Indonesia ke Inggris atau sebaliknya, Fasilitas ini akan sangat membantu penterjemahan ayat.
3.     Suara tartil. Suara bacaan Alquran Tartil bersama dengan tampilnya tulisan Arab plus terjemah ayat yang sedang dibaca. Anda yang baru belajar membaca seakan Anda diberi contoh membacanya dengan benar. Anda yang ingin menghayati makna Al Quran Anda bisa membaca artinya sambil mendengar ayatnya dibaca.
Bacaan bisa diatur secara kontinyu persurat. Surat apa yang Anda ingin dengarkan. Atau satu Al Quran penuh. Sehingga Anda yang sedang beraktifitas bisa sambil mendengarkan AlQuran. Jika Handphone Anda berfasilitas MP3, Anda bisa copy MP3 pada CD ke HP Anda.
4.     Sistem Cepat Pencarian Ayat seperti dalam kitab Fathur Rohman.Kitab tersebut pada masanya menjadi senjata bagi siapa saja yang ingin mencari ayat dalam Al Quran. Saat ini, dengan AL QURAN DIGITAL Anda dimudahkan mencari ayat dengan cepat.
5.     Ada 3 pilihan bahasa Arab, Indonesia dan Inggris. Tulis Musa, Anda akan ditunjukkan di ayat berapa saja Musa disebut dalam Al –Quran.
2.     Manfaat dan keunggulan Al-Quran digital
  • Membantu Anda memahami arti Al-Quran walaupun belum pernah belajar bahasa Arab.
  • Mempermudah Anda dalam menghafal Al-Quran.
Audio murottal, visual teks Al Quran dan Terjemahan Perkata yang dimainkan dalam satu waktu menjadikan penggunanya mudah untuk mempelajari dan menghafalkan ayat-ayat Al Quran.
  • Memperbagus cara baca Al Quran Anda sesuai kaidah tajwid
  • Membantu agar bacaan Al Quran Anda terdengar lebih indah
  • Membuat sholat Anda menjadi lebih khusyu’
Dengan mendengar dan meniru murottal Al Quran dari para qari pilihan terbaik di dunia, Anda sangat mungkin untuk menyamai kualitas dalam tajwid dan teknik membaca Al Quran bahkan lebih. Bisa dipastikan, ketika sholat Anda menjadi lebih khusyu’ karena Anda mengerti ayat-ayat Al Quran yang Anda baca.
  • Meningkatkan kecintaan Anda terhadap Al Quran, Karena Cinta Adalah Memahami.
Sebagai bukti bahwa Anda Cinta Al Quran adalah Anda Memahami Al Quran. InsyaAllah dengan QURVID, Anda mampu membuktikannya.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Peran Islam dalam Perkembangan IPTEK


Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) di satu sisi memang berdampak positif, yakni dapat memperbaiki kualitas hidup manusia. Berbagai sarana modern industri, komunikasi, dan transportasi, misalnya, terbukti amat bermanfaat. Dengan ditemukannya mesin jahit, dalam 1 menit bisa dilakukan sekitar 7000 tusukan jarum jahit. Bandingkan kalau kita menjahit dengan tangan, hanya bisa 23 tusukan per menit (Qardhawi, 1997). Dahulu Ratu Isabella (Spanyol) di abad XVI perlu waktu 5 bulan dengan sarana komunikasi tradisional untuk memperoleh kabar penemuan benua Amerika oleh Columbus (?). Lalu di abad XIX Orang Eropa perlu 2 minggu untuk memperoleh berita pembunuhan Presiden Abraham Lincoln. Tapi pada 1969, dengan sarana komunikasi canggih, dunia hanya perlu waktu 1,3 detik untuk mengetahui kabar pendaratan Neil Amstrong di bulan (Winarno, 2004). Dulu orang naik haji dengan kapal laut bisa memakan waktu 17-20 hari untuk sampai ke Jeddah. Sekarang dengan naik pesawat terbang, kita hanya perlu 12 jam saja. Subhanallah.
Tapi di sisi lain, tak jarang iptek berdampak negatif karena merugikan dan membahayakan kehidupan dan martabat manusia. Bom atom telah menewaskan ratusan ribu manusia di Hiroshima dan Nagasaki pada tahun 1945. Pada tahun 1995, Elizabetta, seorang bayi Italia, lahir dari rahim bibinya setelah dua tahun ibunya (bernama Luigi) meninggal. Ovum dan sperma orang tuanya yang asli, ternyata telah disimpan di “bank” dan kemudian baru dititipkan pada bibinya, Elenna adik Luigi (Kompas, 16/01/1995). Bayi tabung di Barat bisa berjalan walau pun asal usul sperma dan ovumnya bukan dari suami isteri (Hadipermono, 1995). 

Bioteknologi dapat digunakan untuk mengubah mikroorganisme yang sudah berbahaya, menjadi lebih berbahaya, misalnya mengubah sifat genetik virus influenza hingga mampu membunuh manusia dalam beberapa menit saja (Bakry, 1996). Kloning hewan rintisan Ian Willmut yang sukses menghasilkan domba kloning bernama Dolly, akhir-akhir ini diterapkan pada manusia (human cloning). Lingkungan hidup seperti laut, atmosfer udara, dan hutan juga tak sedikit mengalami kerusakan dan pencemaran yang sangat parah dan berbahaya. Beberapa varian tanaman pangan hasil rekayasa genetika juga diindikasikan berbahaya bagi kesehatan manusia. Tak sedikit yang memanfaatkan teknologi internet sebagai sarana untuk melakukan kejahatan dunia maya (cyber crime) dan untuk mengakses pornografi, kekerasan, dan perjudian.
Di sinilah, peran agama sebagai pedoman hidup menjadi sangat penting untuk ditengok kembali. Dapatkah agama memberi tuntunan agar kita memperoleh dampak iptek yang positif saja, seraya mengeliminasi dampak negatifnya semiminal mungkin? Sejauh manakah agama Islam dapat berperan dalam mengendalikan perkembangan teknologi modern? Tulisan ini bertujuan menjelaskan peran Islam dalam perkembangan dan pemanfaatan teknologi tersebut.
Kemajuan Ilmu pengetahuan dan teknologi dunia, yang kini dipimpin oleh peradaban Barat satu abad terakhir ini, mencegangkan banyak orang di berbagai penjuru dunia. Kesejahteraan dan kemakmuran material (fisikal) yang dihasilkan oleh perkembangan Iptek modern tersebut membuat banyak orang lalu mengagumi dan meniru-niru gaya hidup peradaban Barat tanpa dibarengi sikap kritis terhadap segala dampak negatif dan krisis multidimensional yang diakibatkannya.
Peradaban Barat moderen dan postmodern saat ini memang memperlihatkan kemajuan dan kebaikan kesejahteraan material yang seolah menjanjikan kebahagian hidup bagi umat manusia. Namun karena kemajuan tersebut tidak seimbang, pincang, lebih mementingkan kesejahteraan material bagi sebagian individu dan sekelompok tertentu negara-negara maju (kelompok G-8) saja dengan mengabaikan, bahkan menindas hak-hak dan merampas kekayaan alam negara lain dan orang lain yang lebih lemah kekuatan iptek, ekonomi dan militernya, maka kemajuan di Barat melahirkan penderitaan kolonialisme-imperialisme (penjajahan) di Dunia Timur & Selatan.

Kemajuan Iptek di Barat, yang didominasi oleh pandangan dunia dan paradigma sains (Iptek) yang positivistik-empirik sebagai anak kandung filsafat-ideologi materialisme-sekuler, pada akhirnya juga telah melahirkan penderitaan dan ketidakbahagiaan psikologis/ruhaniah pada banyak manusia baik di Barat maupun di Timur.

Krisis multidimensional terjadi akibat perkembangan Iptek yang lepas dari kendali nilai-nilai moral Ketuhanan dan agama. Krisis ekologis, misalnya: berbagai bencana alam: Tsunami, gempa dan kacaunya iklim dan cuaca dunia akibat pemanasan global yang disebabkan tingginya polusi industri di negara-negara maju; Kehancuran ekosistem laut dan keracunan pada penduduk pantai akibat polusi yang diihasilkan oleh pertambangan mineral emas, perak dan tembaga, seperti yang terjadi di Buyat, Sulawesi Utara dan di Freeport Papua, Minamata Jepang. Kebocoran reaktor Nuklir di Chernobil, Rusia, dan di India, dll. Krisis Ekonomi dan politik yang terjadi di banyak negara berkembang dan negara miskin, terjadi akibat ketidakadilan dan ’penjajahan’ (neo-imperialisme) oleh negara-negara maju yang menguasai perekonomian dunia dan ilmu pengetahuan dan teknologi modern.

Negara-negara yang berpenduduk mayoritas Muslim, saat ini pada umumnya adalah negara-negara berkembang atau negara terkebelakang, yang lemah secara ekonomi dan juga lemah atau tidak menguasai perkembangan ilmu pengetahuan dan sains-teknologi. Karena nyatanya saudara-saudara Muslim kita itu banyak yang masih bodoh dan lemah, maka mereka kehilangan harga diri dan kepercayaan dirinya. Beberapa di antara mereka kemudian menjadi hamba budaya dan pengikut buta kepentingan negara-negara Barat. Mereka menyerap begitu saja nilai-nilai, ideologi dan budaya materialis (’matre’) dan sekular (anti Tuhan) yang dicekokkan melalui kemajuan teknologi informasi dan media komunikasi Barat. Akibatnya krisis-krisis sosial-moral dan kejiwaan pun menular kepada sebagian besar bangsa-bangsa Muslim.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Aqidah Islam Sebagai Dasar IPTEK


Inilah peran pertama yang dimainkan Islam dalam iptek, yaitu aqidah Islam harus dijadikan basis segala konsep dan aplikasi iptek. Inilah paradigma Islam sebagaimana yang telah dibawa oleh Rasulullah Saw.
Paradigma Islam inilah yang seharusnya diadopsi oleh kaum muslimin saat ini. Bukan paradigma sekuler seperti yang ada sekarang. Diakui atau tidak, kini umat Islam telah telah terjerumus dalam sikap membebek dan mengekor Barat dalam segala-galanya; dalam pandangan hidup, gaya hidup, termasuk dalam konsep ilmu pengetahuan. Bercokolnya paradigma sekuler inilah yang bisa menjelaskan, mengapa di dalam sistem pendidikan yang diikuti orang Islam, diajarkan sistem ekonomi kapitalis yang pragmatis serta tidak kenal halal haram. Eksistensi paradigma sekuler itu menjelaskan pula mengapa tetap diajarkan konsep pengetahuan yang bertentangan dengan keyakinan dan keimanan muslim. Misalnya Teori Darwin yang dusta dan sekaligus bertolak belakang dengan Aqidah Islam.
Kekeliruan paradigmatis ini harus dikoreksi. Ini tentu perlu perubahan fundamental dan perombakan total. Dengan cara mengganti paradigma sekuler yang ada saat ini, dengan paradigma Islam yang memandang bahwa Aqidah Islam (bukan paham sekularisme) yang seharusnya dijadikan basis bagi bangunan ilmu pengetahuan manusia.
Namun di sini perlu dipahami dengan seksama, bahwa ketika Aqidah Islam dijadikan landasan iptek, bukan berarti konsep-konsep iptek harus bersumber dari al-Qur`an dan al-Hadits, tapi maksudnya adalah konsep iptek harus distandardisasi benar salahnya dengan tolok ukur al-Qur`an dan al-Hadits dan tidak boleh bertentangan dengan keduanya (Al-Baghdadi, 1996: 12).
Jika kita menjadikan Aqidah Islam sebagai landasan iptek, bukan berarti bahwa ilmu astronomi, geologi, agronomi, dan seterusnya, harus didasarkan pada ayat tertentu, atau hadis tertentu. Kalau pun ada ayat atau hadis yang cocok dengan fakta sains, itu adalah bukti keluasan ilmu Allah yang meliputi segala sesuatu (lihat Qs. an-Nisaa` [4]:126 dan Qs. ath-Thalaq [65]: 12), bukan berarti konsep iptek harus bersumber pada ayat atau hadis tertentu. Misalnya saja dalam astronomi ada ayat yang menjelaskan bahwa matahari sebagai pancaran cahaya dan panas (Qs. Nuh [71]: 16), bahwa langit (bahan alam semesta) berasal dari asap (gas) sedangkan galaksi-galaksi tercipta dari kondensasi (pemekatan) gas tersebut (Qs. Fushshilat [41]: 11-12), dan seterusnya. Ada sekitar 750 ayat dalam al-Qur`an yang semacam ini (Lihat Al-Baghdadi, 2005: 113). Ayat-ayat ini menunjukkan betapa luasnya ilmu Allah sehingga meliputi segala sesuatu, dan menjadi tolok ukur kesimpulan iptek, bukan berarti bahwa konsep iptek wajib didasarkan pada ayat-ayat tertentu.
Jadi, yang dimaksud menjadikan Aqidah Islam sebagai landasan iptek bukanlah bahwa konsep iptek wajib bersumber kepada al-Qur`an dan al-Hadits, tapi yang dimaksud, bahwa iptek wajib berstandar pada al-Qur`an dan al-Hadits. Ringkasnya, al-Qur`an dan al-Hadits adalah standar (miqyas) iptek, dan bukannya sumber (mashdar) iptek. Artinya, apa pun konsep iptek yang dikembangkan, harus sesuai dengan al-Qur`an dan al-Hadits, dan tidak boleh bertentangan dengan al-Qur`an dan al-Hadits itu. Jika suatu konsep iptek bertentangan dengan al-Qur`an dan al-Hadits, maka konsep itu berarti harus ditolak. Misalnya saja Teori Darwin yang menyatakan bahwa manusia adalah hasil evolusi dari organisme sederhana yang selama jutaan tahun berevolusi melalui seleksi alam menjadi organisme yang lebih kompleks hingga menjadi manusia modern sekarang. Berarti, manusia sekarang bukan keturunan manusia pertama, Nabi Adam AS, tapi hasil dari evolusi organisme sederhana. Ini bertentangan dengan firman Allah SWT yang menegaskan, Adam AS adalah manusia pertama, dan bahwa seluruh manusia sekarang adalah keturunan Adam AS itu, bukan keturunan makhluk lainnya sebagaimana fantasi Teori Darwin (Zallum, 2001). Firman Allah SWT:
“(Dialah Tuhan) yang memulai penciptaan manusia dari tanah, kemudian Dia menciptakan keturunannya dari sari pati air yang hina (mani).” (Qs. as-Sajdah [32]: 7).
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal.” (Qs. al-Hujuraat [49]: 13).
Implikasi lain dari prinsip ini, yaitu al-Qur`an dan al-Hadits hanyalah standar iptek, dan bukan sumber iptek, adalah bahwa umat Islam boleh mengambi iptek dari sumber kaum non muslim (orang kafir). Dulu Nabi Saw menerapkan penggalian parit di sekeliling Madinah, padahal strategi militer itu berasal dari tradisi kaum Persia yang beragama Majusi. Dulu Nabi Saw juga pernah memerintahkan dua sahabatnya memepelajari teknik persenjataan ke Yaman, padahal di Yaman dulu penduduknya adalah Ahli Kitab (Kristen). Umar bin Khatab pernah mengambil sistem administrasi dan pendataan Baitul Mal (Kas Negara), yang berasal dari Romawi yang beragama Kristen. Jadi, selama tidak bertentangan dengan aqidah dan syariah Islam, iptek dapat diadopsi dari kaum kafir.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Syariah Islam Standar Pemanfaatan IPTEK


Peran kedua Islam dalam perkembangan iptek, adalah bahwa Syariah Islam harus dijadikan standar pemanfaatan iptek. Ketentuan halal-haram (hukum-hukum syariah Islam) wajib dijadikan tolok ukur dalam pemanfaatan iptek, bagaimana pun juga bentuknya. Iptek yang boleh dimanfaatkan, adalah yang telah dihalalkan oleh syariah Islam. Sedangkan iptek yang tidak boleh dimanfaatkan, adalah yang telah diharamkan syariah Islam.
Keharusan tolok ukur syariah ini didasarkan pada banyak ayat dan juga hadits yang mewajibkan umat Islam menyesuaikan perbuatannya (termasuk menggunakan iptek) dengan ketentuan hukum Allah dan Rasul-Nya. Antara lain firman Allah:
“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu (Muhammad) sebagai hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan…” (Qs. an-Nisaa` [4]: 65).
“Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan janganlah kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selain-Nya…[i/]” (Qs. al-A’raaf [7]: 3).
Sabda Rasulullah Saw:
“[i]Barangsiapa yang melakukan perbuatan yang tidak ada perintah kami atasnya, maka perbuatan itu tertolak.” [HR. Muslim].
Kontras dengan ini, adalah apa yang ada di Barat sekarang dan juga negeri-negeri muslim yang bertaqlid dan mengikuti Barat secara membabi buta. Standar pemanfaatan iptek menurut mereka adalah manfaat, apakah itu dinamakan pragmatisme atau pun utilitarianisme. Selama sesuatu itu bermanfaat, yakni dapat memuaskan kebutuhan manusia, maka ia dianggap benar dan absah untuk dilaksanakan. Meskipun itu diharamkan dalam ajaran agama.
Keberadaan standar manfaat itulah yang dapat menjelaskan, mengapa orang Barat mengaplikasikan iptek secara tidak bermoral, tidak berperikemanusiaan, dan bertentangan dengan nilai agama. Misalnya menggunakan bom atom untuk membunuh ratusan ribu manusia tak berdosa, memanfaatkan bayi tabung tanpa melihat moralitas (misalnya meletakkan embrio pada ibu pengganti), mengkloning manusia (berarti manusia bereproduksi secara a-seksual, bukan seksual), mengekploitasi alam secara serakah walaupun menimbulkan pencemaran yang berbahaya, dan seterusnya.
Karena itu, sudah saatnya standar manfaat yang salah itu dikoreksi dan diganti dengan standar yang benar. Yaitu standar yang bersumber dari pemilik segala ilmu yang ilmu-Nya meliputi segala sesuatu, yang amat mengetahui mana yang secara hakiki bermanfaat bagi manusia, dan mana yang secara hakiki berbahaya bagi manusia. Standar itu adalah segala perintah dan larangan Allah SWT yang bentuknya secara praktis dan konkret adalah syariah Islam.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Kisah Seorang Kristen Mesir yang Masuk Islam


Ini kisah tentang Anselm Tormeeda yang merupakan seorang pendeta sekaligus sarjana Kristen. Setelah masuk Islam, dia menulis sebuah buku yang berjudul “The Gift to the Intelligent or Refuting the Arguments of the Christians.” Dan pada awal bukunya, dia menulis kisahnya masuk Islam. Hal ini sangat menarik karena dalam bukunya dia memberikan kesaksian bahwa sang Paraclete yang disebutkan oleh Yesus dalam Bible sebenarnya adalah Nabi Muhammad.

Anselm lahir di kota Mayorka. Kota itu juga merupakan sebuah pulau. Dalam bukunya, dia menjelaskan suasana kota Mayorka dan bagaimana kapal-kapal pedagang yang mengangkut berbagai macam barang sering berlabuh disana.  
Ayahnya adalah orang yang dihormati di kota itu dan Anselm adalah anak semata wayangnya. Ketika dia berumur 6 tahun, dia merantau untuk belajar tentang Gospel kepada seorang pendeta. Para pendeta pada masa itu adalah satu-satunya yang berpendidikan sehingga mereka dapat membaca dan menulis, banyak juga dari mereka yang tertarik di bidang filosofi. Jadi dia mempelajari Gospel dan selesai dalam waktu 6 tahun, jadi ini pada waktu dia berumur 12 tahun. Berikut ini kisahnya:

Aku hidup di dalam gereja dengan seorang pendeta Mesir. Dia sangat dihormati orang-orang karena pengetahuannya dalam bidang agama yang membedakannya dengan pendeta Kristen lainnya. Pertanyaan dan permintaan saran datang dari segala penjuru, termasuk dari raja dan penguasa. Mereka juga memberikan hadiah kepadanya. Mereka berharap dia akan menerima hadiahnya dan memberikan mereka pemberkatan. Pendeta itu mengajarkan aku prinsip-prinsip Kekristenan dan aturannya. 

Aku menjadi sangat dekat dengannya dalam melayani dan membantunya, sehingga aku menjadi salah satu asisten yang paling dipercayainya. Dia mempercayaiku untuk memegang kunci ruangannya dalam gereja, yang juga kunci untuk membuka ruangan tempat menaruh makanan dan minuman. Dia hanya memegang sebuah kunci kecil untuk ruang tidurnya. Hanya Allah yang tahu bahwa dia menyimpan hartanya yang paling berharga disana. Aku seorang murid yang melayaninya selama 10 tahun. Kemudian dia jatuh sakit dan tidak bisa mendatangi pertemuan dengan teman-teman pendetanya. 

Selama absennya, para pendeta berdiskusi tentang hal-hal keagamaan, hingga mereka yakin akan wahyu Allah kepada Yesus yang tertulis di dalam gospel, bahwa setelah Yesus akan datang seorang nabi yang dijuluki Paraclete. Mereka terus beradu pendapat tentang siapa nabi ini, setiap orang memberikan pendapat menurut pengetahuan dan pemahaman mereka masing-masing dan debat itu berakhir tanpa adanya kesimpulan. 

Aku pergi kepada pendetaku dan seperti biasa dia menanyaiku tentang apa yang didiskusikan dalam pertemuan hari itu. Aku mengatakan padanya perbedaan pendapat diantara para pendeta tentang siapa itu Paraclete dan mereka menyudahi pertemuan itu tanpa menyelesaikan permasalahannya. Kemudian dia bertanya siapa Paraclete itu menurut pendapatku. Aku memberikan pendapatku menurut pemahamanku tentang Gospel. Dia mengatakan bahwa aku hampir benar seperti beberapa pendeta, dan pendeta lainnya salah. Tapi kenyataannya berbeda dari semua pemahaman mereka. Ini karena nama yang suci itu hanya diketahui oleh sebagian kecil sarjana yang sangat berpengalaman, sedangkan kami hanya memiliki pengetahuan yang sedikit. 

Aku membungkuk dan mencium kakinya sambil mengatakan "Pak, kau tahu aku berkelana dan menemuimu dari negeri yang sangat jauh, aku telah melayanimu lebih dari 10 tahun dan telah memiliki pengetahuan yang banyak, jadi tolong hargai aku dan katakan padaku tentang namanya yang benar.


Pendeta itu kemudian menangis dan berkata "Anakku, demi Tuhan kau sangat baik karena melayani dan mengabdi padaku, ketahuilah tentang namanya yang benar dan disana ada manfaat yang besar tapi juga ada bahaya yang besar. Dan aku takut ketika kau mengetahui tentang kebenaran ini dan orang-orang Kristen juga mengetahuinya, maka kau akan dibunuh.

Kukatakan "Demi Tuhan dan demi Gospel dan dia yang diutus dengannya, aku takkan pernah mengucapkan sepatah kata pun tentang apa yang akan kau beritahu padaku, aku akan menyimpannya di dalam hatiku.

Dia berkata "Anakku, ketika kau datang ke sini dari negerimu, aku bertanya padamu apakah negerimu dekat dengan muslim, dan apakah mereka mencuri darimu dan apakah kau mencuri dari mereka, ini untuk mengetes kebencianmu akan Islam. Anakku, Paraclete itu adalah sebutan untuk nabi mereka, yaitu Muhammad yang diwahyukan padanya kitab keempat seperti yang disebutkan oleh Daniel. Jalannya adalah jalan yang jelas seperti disebutkan di dalam Gospel." 

Aku berkata "Dengan begitu Pak, apa pendapatmu tentang agama Kristen?

Dia berkata "Anakku, jika Kristen tetap dalam agama Yesus yang sebenarnya, dengan begitu mereka berada dalam agama Tuhan karena agama Yesus dan semua nabi adalah berasal dari Tuhan. Tapi mereka telah mengubah agama ini dan berubah menjadi kafir.

Aku bertanya padanya "Dengan begitu pak, apakah keselamatan dari ini?" Dia berkata "Wahai anakku, masuklah ke dalam agama Islam."  Aku bertanya "Akankah seseorang yang memeluk Islam terselamatkan?" Dia berkata "Ya, di dunia ini dan di akhirat.

Aku berkata "Jika kau tahu kebenaran tentang Islam, dengan begitu mengapa kau tidak memeluk Islam?" Dia berkata "Anakku, Allah Yang Maha Kuasa tidak menyadarkanku kepada kebenaran Islam hingga aku menjadi tua dan tubuhku melemah. Ya, tak ada alasan untuk kita dalam hal ini. Sebaliknya, bukti Allah telah ditetapkan kepada kita. Jika Tuhan menuntunku kepada agama ini sejak aku seumuran denganmu, aku akan meninggalkan segalanya dan masuk ke dalam agama kebenaran. Cinta kepada dunia ini adalah dosa besar, dan lihatlah bagaimana aku dihargai, diagungkan, dan dihormati oleh umat Kristen. Dan lihatlah bagaimana aku hidup di dalam kemakmuran dan kenyamanan. Jika aku menunjukkan sedikit saja kecendrungan kepada Islam, mereka akan membunuhku. Segala puji bagi Allah dan agama Yesus dan Allah tahu bahwa ini ucapan hatiku.

Jadi aku bertanya padanya "Apakah kau menyarankanku untuk pergi ke negeri umat muslim dan memasuki Islam?" Dia berkata padaku "Jika kau bijaksana dan berharap untuk menyelamatkan dirimu, dengan demikian pergilah ke sana sehingga kau akan selamat di kehidupan ini dan di akhirat. Tapi anakku, percakapan ini hanya antara kau dan aku, jadikanlah ini rahasia untuk kita berdua. Jika orang-orang mengetahui tentang percakapan ini, maka mereka akan membunuhmu. Aku tidak bisa melawan mereka dan tidak akan mendukung kesaksianmu. Mereka lebih percaya kesaksianku jadi jangan pernah menceritakannya apapun yang terjadi.

Aku berjanji padanya untuk tidak melakukannya, setelah dia merasa yakin dengan janjiku, kemudian aku mulai menyiapkan perjalananku dan mengucapkan selamat tinggal kepadanya. 
Dia memberiku 50 dinar emas dan aku menaiki kapal ke kota Mayorka dimana aku tinggal bersama orangtuaku selama 6 bulan, kemudian aku pergi ke Sicily dan tetap disana selama 5 bulan sembari menunggu kapal yang berangkat ke negeri muslim. Akhirnya sebuah kapal yang menuju Tunisia datang." 
Kemudian Anselm menceritakan tentang dirinya yang pergi ke Tunisia dan para sarjana Kristen yang mendengar perihal kedatangannya, menyambutnya dengan gembira, (pada periode ini Anselm telah menjadi terkenal karena pengetahuannya, itulah mengapa kedatangannya disambut) tapi Anselm lebih memilih untuk masuk Islam. 

Jadi kisah Anselm dapat menjadi pelajaran berharga bagi kita. Dia dan gurunya mengetahui bahwa sang Paraclete adalah Nabi Muhammad seperti yang dinubuatkan dalam Bible. 

Catatan: Kisah ini adalah kisah nyata. Kisah ini ditulis oleh Anselm Tormeeda sendiri dalam bukunya yang berjudul تحفة الأريب في الرد على أهل الصليب. Buku ini sendiri sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan judul  The Gift to the Intelligent or Refuting the Arguments of the Christians. Jadi disini saya (penulis blog) hanya menerjemahkan dari buku tersebut. Tidak ada maksud untuk menjelek-jelekkan agama atau kelompok tertentu. Berikut ini link-nya untuk membaca versi Bahasa Inggrisnya: Silahkan klik disini

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS