4. Seperti
dikisahkan oleh penulis Arab yaitu Ibnu Rusta (900 M), Sulaiman (850 M)
dan Abu Zaid (950 M), maka hubungan dagang antara Khalifah Abbasiyah
(750 M – 1268 M) dengan kerajaan Sriwijaya tetap berlangsung.
Khusus untuk
kawasan Sumatera Selatan, masuknya Islam selain oleh Bangsa Arab
pedagang utusan dari Dinasti Umayyah (661 – 750 M) dan Dinasti Abbasiyah
(750 – 1268 M) juga pedagang Sriwijaya sendiri berlayar kenegara-negara
Timur Tengah.
Selanjutnya
Ahmad Mansur Suryanegara [1] menulis bahwa sebenarnya kalau
membicarakan masuknya agama Islam ke Indonesia atau ke Sumatera Selatan
dengan sengaja meniadakan peranan bangsa Arab, maka perlu dipertanyakan
lebih lanjut hasil interprestasi sejarahnya. Perlu dipertanyakan apakah
penulisnya membedakan antara pengertian masuknya Islam dengan telah
berkembangnya Islam ?
Drs. M. Dien Majid dalam makalahnya berjudul “Selintas Tentang Keberadaan Islam dibumi Sriwijaya” [2] menulis :
Arya Damar, seorang Adipati kerajaan Majapahit di Palembang, secara sembunyi-sembunyi telah memeluk agama Islam, karena diajari oleh Raden Rachmat (Sunan Ampel) ketika singgah di Palembang dari Champa yang akan meneruskan perjalanannya kekerajaan Majapahit. Kemudian Arya Damar ini yang akhirnya dikenal dengan nama Arya Dillah atau Abdullah, berguru dengan Sunan Ampel di Ampel Denta ketika beliau sudah menetap disini. Dan ketika Arya Damar kembali ke Palembang, ia selalu mengadakan hubungan dengan ulama-ulama Arab yang bermukim di Palembang.
Dr. Taufik Abdullah dalam makalahnya yang berjudul “Beberapa aspek perkembangan Islam di Sumatera Selatan” [3] menulis :
Van Senenhoven pada tahun 1822 Masehi membawa 55 manuskrip Arab dan Melayu yang ditulis sangat indah serta dijilid rapi yang merupakan kepunyaan Sultan Mahmud Badaruddin. Raden Fatah yang menurut tradisi historis adalah anak raja Majapahit, Prabu Brawijaya dengan puteri Cina, dilahirkan dan berguru di Palembang.
Maka
setidaknya sejak akhir abad ke-16 Palembang merupakan salah satu
“enclave” Islam terpenting atau bahkan Pusat Islam dibagian Selatan
Pulau Emas ini. Hal ini bukan saja karena reputasinya sebagai pusat
perdagangan yang banyak dikunjungi oleh pedagang Arab Islam pada
abad-abad kejayaan Kerajaan Sriwijaya, tetapi juga dibantu oleh
kebesaran Malaka yang tidak pernah melepaskan keterikatannya dengan
Palembang sebagai tanah asal.
Kejadian ini
berarti peng-Islaman Palembang telah lebih lama daripada Minangkabau
atau pedalaman Jawa, bahkan jauh lebih dahulu dari Sulawesi Selatan
(kerajaan Gowa dan kerajaan Laikang). Diceritakan dalam buku sejarah
“Sulu Mindanau” bahwa seorang Syarif yang bernama Syarif Abubakar yang
berasal dari Palembang, telah menyebarkan Islam ke Sulu dan Mindanau,
yang kemudian kawin dengan puteri setempat bernama Paramisuri.
Menurut H.
Rusdy Cosim B.A. dalam makalahnya yang berjudul “Sejarah Kerajaan
Palembang dan Perkembangan Hukum Islam” [4] mengemukakan :
Menukil
kisah pelayaran Sulaiman didalam bukunya Akhbar As Sind Wal Hino yang
diterjemahkan oleh R. Ramaudot, terbitan London 1733 Masehi, dinyatakan
bahwa : “Seribuza (Sriwijaya) telah dikunjungi oleh orang-orang Arab
Muslim, bahkan diantara mereka ini disamping mengadakan hubungan dagang
juga menyebarkan ajaran Islam kepada penduduk dan malah ada yang akh
0 komentar:
Posting Komentar