Nabi Adam: Pemimpin Yang Berani Mengakui Kesalahan


Keduanya berkata: "Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi”. (Q.S. al-A’raf ayat 23).

Berani mengakui kesalahan adalah salah satu karakteristik yang paling menonjol dalam kepemimpinan Nabi Adam. Pengakuan ini tercermin dari ungkapannya kepada Allah "kami telah menzalimi diri kami” ketika terjadi pelanggaran terhadap ketentuan yang dilakukan oleh Allah yaitu untuk tidak mendekati sebatang pohon. Untuk ukuran zaman sekarang, pengakuan yang seperti ini sangat langka dijumpai di kalangan para pemimpin. Bahkan yang terjadi adalah sebaliknya yaitu berupaya menutupnutupi kesalahan dimaksud. Kemudian pengakuan ini baru muncul ketika yang bersangkutan sudah tidak dapat mengelak dari buktibukti yang dikemukakan.

Cara pengakuan yang dilakukan oleh Nabi Adam mutlak didasari oleh nilainilai keikhlasan, karena Nabi Adam pada waktu itu tidak berupaya untuk menghilangkan alat-alat bukti. Dan adapun pengakuan dari sebagian pemimpin untuk saat ini lantaran tidak dapat mengelak dari buktibukti yang dituduhkan, dan oleh karena itu, pengakuan mereka diduga didasari oleh nilainilai keterpaksaan. Ada hal yang sangat menarik dari kepemimpinan Nabi Adam dimana kondisi yang dihadapinya tidak jauh berbeda dengan kondisi perpolitikan yang ada sekarang ini seperti kebebasan memberikan pendapat, koalisi dan oposisi. Bila pada masa sekarang dijumpai istilahistilah tersebut maka pada masa Nabi Adampun format yang seperti ini sudah pernah dijumpai.

Contohcontoh dari format di atas ialah para malaikat yang memberikan kritikan kepada Nabi Adam adalah cerminan dari kebebasan berpendapat. Adapun kemudian mereka berkoalisi dengan Nabi Adam karena logisnya argumentasi yang dikemukakan oleh Allah sehingga mereka tidak mampu membantahnya. Selain itu koalisi yang dibangun oleh malaikat ini adalah koalisi yang didasarkan kepada idealis bukan didasarkan kepada kepentingan. Adapun Iblis, secara terus terang mengambil sikap oposisi dan inipun dibiarkan karena sikap yang seperti ini adalah haknya Iblis. Akan tetapi Allah menilai bahwa sikap yang diambil oleh Iblis ini adalah salah, karena oposisi yang dibangunnya adalah oposisi yang tidak sehat. Selain argumentasinya tidak logis juga motif oposisinya adalah untuk membunuh karakter Nabi Adam. Sekiranya oposisi Iblis ini hanya sekadar untuk penyeimbang, maka kuat dugaan bahwa langkah oposisi yang diambilnya tidaklah termasuk sesuatu yang dilarang.

Liku-liku Kepemimpinan Nabi Adam

Nabi Adam sekalipun sudah direncankan oleh Allah untuk menjadi khalifah di muka bumi, namun bukan berarti bahwa jabatan ini langsung saja diserahkan kepada Nabi Adam. Sebelum Nabi Adam mendapatkan jabatan khalifah, maka terlebih dahulu diadakan semacam fit and proper test yaitu tes kelayakan apakah Nabi Adam adalah sosok yang tepat untuk memangku jabatan dimaksud atau tidak.

Sebelum menghadapi fit and proper test ini, maka Nabi Adam terlebih dahulu dibekali dengan seperangkat ilmu pengetahuan sehingga hampir tidak ada yang tidak diketahuinya. Hasil "rekaman” Nabi Adam terhadap ilmuilmu ini ditandingkan kembali dengan malaikat, dan ternyata Nabi Adam berhasil melewati tes dimaksud. Hal yang paling menakjubkan dari kejadian ini adalah bahwa Nabi Adam dapat mengalahkan reputasi malaikat sehingga membuat mereka "angkat tangan” kepada Nabi Adam. Keberhasilan Nabi Adam ini diangkat Allah kepermukaan dengan menyuruh para malaikat untuk "sujud” kepadanya. Demikian cara Allah untuk mempublikasikan Nabi Adam supaya jabatan yang akan diserahkan tidak mengundang protes dari malaikat. Sebagaimana diceritakan, bahwa malaikat pernah melakukan protes tentang kelayakan Nabi Adam untuk diangkat memangku jabatan khalifah.
Para malaikat melakukan "sujud” kepada Nabi Adam kecuali Iblis dengan alasan bahwa dirinya jauh lebih baik dan terhormat bila dibanding dengan Adam, karena Adam diciptakan dari tanah sementara dirinya diciptakan dari api. Alasan Iblis ini ditolak oleh Allah karena faktor asal kejadian tidak ada relevansinya dengan jabatan khalifah. Dengan kata lain, faktor keberhasilan dalam memimpin tidak ada kaitannya dengan asal kejadian karena faktor ini hanya bersifat kebetulan dan pengaruhnyapun nihil. Dalam tataran ini Allah hanya ingin menunjukkan bahwa kemimpinan yang baik adalah kepemimpinan yang dilandasi oleh pengetahuan bukan karena faktor asal kejadian. Sekalipun Nabi Adam telah lulus secara total dalam menghadapi fit and proper test, namun jabatan khalifah belum juga langsung diberikan kepadanya. Dalam beberapa masa, Nabi Adam "dikarantinakan” terlebih dahulu di dalam "surga” sebagai training terakhir. Dalam masa training ini ada satu hal yang tidak boleh dilakukan Nabi Adam yaitu mendekati pohon "khuldi” (istilah halus al-Qur`an dalam mengungkapkan hubungan seksual).

Pantangan dalam training terakhir ini gagal dipertahankan oleh Nabi Adam akibat termakan bujuk rayu Iblis. Padahal, jauh hari sebelumnya sudah diberitahukan kepada Nabi Adam bahwa Iblis adalah musuh bebuyutannya, dan sekaligus juga sebagai rivalnya. Akibat dari pelanggaran ini, maka Nabi Adam dituduh oleh Allah sebagai makhluk yang durhaka dan sesat. Menyadari akan kekeliruannya ini, maka Nabi Adam mebari menyatakan bahwa dia dan isterinya telah menzalimi diri mereka sendiri. Pengakuan ini menunjukkan bahwa Nabi Adam adalah seorang gentleman yang berani mengakui kesalahankesalahan yang dilakukannya. Kesalahan yang dilakukan oleh Nabi Adam dianggapnya sebagai tindakan kezaliman, meskipun kezaliman yang dia lakukan hanyalah untuk dirinya sendiri tanpa mengorbankan orang lain. Oleh karena itu, tingkat menzalimi diri sendiripun Allah sudah murka terlebih lagi jika kezaliman yang dilakukan dapat mengorbankan orang lain.

Adapun pelajaran yang paling berharga dari kepemimpinan Nabi Adam ini ialah keberaniannya mengakui kesalahan tanpa membabitkan (melibatkan) pihak-pihak lain. Pengakuan Nabi Adam ini menunjukkan bahwa dia sangat koperatif dan siap menerima segala konsekwensi dari kesalahan yang dilakukannya. Keberanian untuk mengakui kesalahan seperti yang dilakukan oleh Nabi Adam adalah yang paling langka bagi para pemimpin saat ini. Nabi Adam ini ialah sifatnya yang tidak sombong dan sangat merendahkan diri. Padahal kelemahan yang dimilikinya hanya sekelumit bila dibanding dengan kelebihan yang dimilikinya. Akan tetapi sebagai pemimpin yang benar-benar bertanggung jawab, maka Nabi Adam sama sekali tidak pernah menunjukkan kelebihannya di hadapan Allah bahkan yang diungkapkannya adalah kelemahan dirinya sehingga terperangkap untuk melakukan kesalahan.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar