Sebelas Adab Bangun Tidur

Adab Istiqod/ bangun dari tidur antara lain:
1. Merasa telah mendapatkan nikmat yang besar dari Allah subhanahu wa ta’ala.
Ketika kita bangun, kita harus menghadirkan perasaan syukur kepada Allah sesudah kita tidur. Kita harus bersyukur karena kita telah memperoleh nikmat. Nikmat yang kita terima adalah nikmat tidur. Kita bandingkan orang yang lelap tidur dengan yang kurang tidur. Bagaimana kalau kurang tidur? Kemudian, bagaimana pula kalau kita tidak tidur? Berapa lamakah kita tidur? Kita tidur adalah 8 jam. Tentu ini adalah nikmat yang sangat panjang. Tidur merupakan nikmat yang besar.
2. Mengusap wajah dengan kedua tangan

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ – رضى الله عنهما – قَالَ بِتُّ عِنْدَ خَالَتِى مَيْمُونَةَ فَقُلْتُ لأَنْظُرَنَّ إِلَى صَلاَةِ رَسُولِ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – فَطُرِحَتْ لِرَسُولِ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – وِسَادَةٌ ، فَنَامَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – فِى طُولِهَا ، فَجَعَلَ يَمْسَحُ النَّوْمَ عَنْ وَجْهِهِ  ثُمَّ قَرَأَ الآيَاتِ الْعَشْرَ الأَوَاخِرَ مِنْ آلِ عِمْرَانَ حَتَّى خَتَمَ -البخاري

Dari Ibnu ‘Abbas radhiya alläh ‘anêh, ia berkata: “Saya tidur di rumah bibi saya yaitu Maimunah. Kemudian aku berkata kepadanya: ‘Aku benar-benar ingin melihat shalat Rasululläh shallallähu ‘alaihi wa sallam.” Maka disediakanlah bantal untuk Rasululläh shallallähu ‘alaihi wa sallam. Beliau tidur dengan cukup lama. (Ketika ia bangun), ia mulai mengusapkan kedua tangannya terhadap wajahnya, kemudian ia membaca 10 ayat terakhir Surat Ali Imran hingga akhir.” (HR. Imam Bukhari)
Meskipun masih kecil, Ibnu Abbas radhiya alläh ‘anh sangat bersemangat untuk mencari ilmu. Padahal ia masih kecil. Waktu itu ia berusia 6 tahun. Ibnu Abbas biasa bangun lebih awal dari Rasululläh shallallähu ‘alaihi wa sallam. Ia menyediakan air untuk wudhu Nabi. Maka tentu Rasululläh shallallähu ‘alaihi wa sallam sangat mencintainya. Rasululläh shallallähu ‘alaihi wa sallam mendo’akannya: “Allahumma faqqihu fi al-din”

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – دَخَلَ الْخَلاَءَ ، فَوَضَعْتُ لَهُ وَضُوءًا قَالَ « مَنْ وَضَعَ هَذَا » . فَأُخْبِرَ فَقَالَ « اللَّهُمَّ فَقِّهْهُ فِى الدِّينِ »

Dari Ibnu Abbas radhiya alläh ‘anêh: “Sesungguhnya Nabi shallallähu ‘alaihi wa sallam memasuki kamar mandi. Maka sungguh aku telah menyediakan baginya air untuk berwudhu. Ia bersabda: “Siapa yang menyimpan air ini (untuk aku berwudhu)?”. Kemudian ia diberitahu (bahwa itu oleh Ibnu Abbas). Maka ia berdo’a: ‘Ya Allah pahamkan ia dalam urusan agama!” (HR. Imam Bukhari dan Imam Muslim)
Tentunya bila kita ingin seperti Ibnu Abbas ya tentu harus berbuat sebagaimana yang ia lakukan. Bila kita bangun pagi-pagi, masjid kita bereskan, air disiapkan dengan penuh, tentu yang berjama’ah ke mesjid akan mendo’akan kita. Ia akan dido’akan oleh para ulama dan gurunya. Ia dido’akan oleh seluruh jama’ah.
Nanti ada pertanyaan, kenapa Ibnu Abbas menjadi ahli tafsir terkemuka di kalangan para shahabat?
Maka paling tidak ada tiga hal yang menyebabkannya: pertama, Ibnu Abbas diasuh di bumi Rasululläh shallallähu ‘alaihi wa sallam; kedua, Ibnu Abbas mendapat barokah dari do’a Nabi shallallähu ‘alaihi wa sallam; dan ketiga, beliau terlihat keseolehannya semenjak masih anak-anak. Mulai usia 6 tahun sudah terbiasa tahajjud. Buktinya, ketika ikut shalat malam dengan Rasululläh, ia berada di sebelah kiri Rasululläh, kemudian ia dipindahkan Rasululläh shallallähu ‘alaihi wa sallam ke sebelah kanan.
Menurut keterangan hadits di atas yang diterima Ibnu Abbas, yang pertama dilakukan oleh Rasululläh shallallähu ‘alaihi wa sallam adalah mengusap wajahnya, kemudian ia membaca 10 ayat terakhir Surat Ali Imran.
Melihat apa yang terjadi dengan Ibnu Abbas radhiya alläh ‘anh, maka untuk mencapai sesuatu disamping harus mempunyaii asbab al-madiyah (sebab-sebab/ alat secara materi), maka kita pun harus mempunyai asbab al-ma’nawiyah (sebab-sebab/ alat secara maknawi).
Hal ini sebagaimana dilakukan oleh Imam Bukhari rahimahullah. Apabila ia mau mencatatkan judul bagi hadits dalam kitabnya, ia wudhu terlebih dahulu, bahkan kadang-kadang ia mandi dahulu.
3. Berdzikir kepada Allah subhanahu wa ta’ala
Ketika kita bangun tidur, maka kita harus berdzikir kepada Allah. Bentuk dzikir pada waktu itu adalah membaca do’a bangun tidur.
Diantara do’anya:
Pertama:

عَنْ حُذَيْفَةَ بْنِ الْيَمَانِ قَالَ: كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا أَوَى إِلَى فِرَاشِهِ قَالَ: (بِاسْمِكَ أَمُوْتُ وَأَحْيَا). وَإِذَا قَامَ قَالَ: (اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِي أَحْيَانَا بَعْدَ مَا أَمَاتَنَا وَإِلَيْهِ النُّشُوْرُ)

Dari Khudzaifah ibn al-Yaman, ia berkata: “Keadaan Nabi Muhammad shallallähu ‘alaihi wa sallam apabila beristirahat di tempat tidurnya beliau berdo’a: ‘Dengan menyebut nama-Mu saya tidur/ mati, dan begitupula saya bangun/ hidup.’ Dan apabila ia bangun, ia berdo’a: ‘Segala puji bagi Allah Yang telah membangunkan kami setelah kami ditidurkan, dan kepada-Nya kami akan dibangkitkan.’ (HR. Imam Bukhari dan Imam Muslim)
Makna alhamdulillah adalah tanda apabila kita merasakan kegembiraan. Hal ini biasa kita alami apabila mendapat keuntungan. Kalau kita bangun tidur, apakah nikmat yang kita dapatkan? Tentu jawabannya adalah alladzi ahyana (yang telah membangunkan kami), dengan dibangunkan Allah, kita hidup kembali. Ini adalah nikmat yang besar.
Dengan kita terbangun dari tidur, adalah prinsip yang harus kita perhatikan, karena paling tidak:
-          Ahyana ba’dama amatana ini adalah isyarat bahwa kita mudah untuk tidur dan mudah pula dalam bangun adalah karena dimudahkan oleh Allah. Bagaimana dengan orang yang sakit? Yang berpenyakit jantung? Apalagi orang stress. Mereka susah untuk tidur.
-          Ini pun merupakan isyarat bahwa tidur adalah sama dengan meninggal dunia. Ada perkataan al-naom akhu al-maot (Tidur adalah saudaranya mati), al-naom al-wafat al-shugra (Tidur adalah kematian yang kecil)
Dalam surat al-Zumar disebutkan bahwa:

اللَّهُ يَتَوَفَّى الْأَنْفُسَ حِينَ مَوْتِهَا وَالَّتِي لَمْ تَمُتْ فِي مَنَامِهَا فَيُمْسِكُ الَّتِي قَضَى عَلَيْهَا الْمَوْتَ وَيُرْسِلُ الْأُخْرَى إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ (42)

Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya; Maka Dia tahanlah jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditetapkan. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda- tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berfikir. (QS. Al-Zumar: 42)
Maka ketika kita tidur, nyawa kita ada dalam tangan Allah. Allah memegang sesuai dengan sifat dan keadaan-Nya, Allah Yang lebih tahu. Al-Qur`an menjelaskan dalam ayat tadi bahwa ada dua kemungkinan nyawa selanjutnya: pertama, fayumsik allati ‘alaiha al-qadha` (Maka Dia tahan jiwa orang yang telah Dia tetapkan kematiannya), maka bagi orang ini nyawa tidak diberikan lagi. Ia ditakdirkan harus meninggal malam itu juga. Adapun yang kedua, wa yursil al-ukhra ila ajalin musamma (Maka Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditetapkan), maka ini diberikan lagi nyawanya. Orang yang bisa bangun lagi, berarti ia telah diberi lagi nyawa oleh Allah. Dengan demikian, seorang mu`min akan gembira ketika ia bangun tadur, karena ia telah memperoleh nikmat yang besar.
Wa ilahi al-nusyur
Menurut para ulama al-nusyur adalah sama dengan al-ba’ts (dibangkitkan) dan al-ma’ad (dikembalikan). Dalam istilah aqidah, al-nusyur itu adalah orang yang dibangunkan dari kuburnya. Setiap orang akan meninggal dunia. Badannya akan hancur. Kecuali para Nabi dan Rasul. Meskipun demikian, diantara bagian badan manusia ada yang tidak dihancurkan, yaitu tulang ekor.
Muncul pertanyaan untuk apa dibangkitkan?
Manusia dibangkitkan kembali untuk dihisab. Ketika dihisab manusia menghadap Allah (ilaihi). Dalam hisaban ini ada dua proses: pertama, al-‘addu (dihitung) yaitu seluruh hal yang berkaitan dengan manusia akan dihitung. Perkata tersebut terbagi kepada 3, yaitu hitungan nikmat, hitungan amal baik, dan hitungan amal buruk. Nanti kita akan punya tsalatsu dawawin (tiga catatan): catatan tentang nikmat, catatan tentang amal shaleh, dan catatan tentang kesalahan kita. Kedua, al-musa`alah (ditanya), maka setiap nikmat akan ditanya satu-persatu. Orang yang kaya akan terakhir dalam memasuki surga. Termasuk orang yang ngantuk, itu pun akan ditanya, karena ini adalah nikmat.
Para ulama itu sampai ada yang menegaskan: “Demi Allah! Setiap kalimat yang pernah saya ucapkan, saya sudah siap-siap mempertanggungjawabkannya.”
Kapan malaikat tidak mencatat amal kita?
Dalam hadits disebutkan:

عَنْ عَلِيٍّ رَضِيَ الله عَنْهُ: عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: “رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلَاثَةٍ عَنِ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ وَعَنِ الصَّبِيِّ حَتَّى يَحْتَلِمَ وَعَنِ الْمَجْنُوْنِ حَتَّى يَعْقِلَ “

Dari ‘Ali rhadhiyallahu ‘anh: “Dari Nabi Muhammad shallallähu ‘alaihi wa sallam: ‘Diangkat kalam dari tiga keadaan; dari yang tidur hingga ia bangun, dari anak-anak hingga ia bermimpi/ dewasa, dan dari yang gila hingga ia berfikir kembali.” (HR. Abu Dawud)
Menurut hadits ini, ada tiga keadaan kehidupan kita tidak akan dicatat: tidur, anak kecil, dan yang gila. Maka bagi kita yang ingin bebas dari catatan para malaikat, tinggal memilih dari tiga hal ini; apakah mau tidur selama-lamanya?; atau menjadi anak-anak terus?; atau gila tidak akan pernah sadar kembali?
Dengan demikian, ketika kita bangun, kita sudah mendapatkan pendidikan ‘aqidah. Ketika kita sudah bangun, silahkan mengerjakan aktivitas apapun. Namun, harus ingat wa ilaihi al-nusyur, kita akan kembali kepada Allah.
Oleh karenanya, setelah membaca do’a ini kita harus mempunyai konsep hidup. Hidup dan kehidupan kita ini akan dipergunakan untuk apa?
Kedua

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِى عَافَانِى فِى جَسَدِى وَرَدَّ عَلَىَّ رُوحِى وَأَذِنَ لِى بِذِكْرِهِ

Segala puji adalah milik Allah Yang telah memberikan kesehatan kepada tubuhku dan mengembalikan ruhku kepadaku serta mengizinkanku untuk mengingat-Nya (berdzikir kepada-Nya) (HR. Imam Tirmidzi)
Kita harus membaca do’a ketika bangun tidur adalah karena Allah itu alladzi ‘afani fi jasadi (Allah Yang telah memberikan kesehatan kepada tubuhku). Do’a ini dimulai alhamdulillah karena kita mendapat nikmat. Apakah nikmatnya? Nikmatnya adalah ‘afani fi al-jasad (sehat tubuh). Kita mempunyai nikmat sehat anggota badan. Manakala kita bangun, anggota badan kita normal. Bukankah banyak  orang yang ketika bangun kakinya sudah tidak bisa berjalan, bengkak sebelah dan lain sebagainya. Begitupula ada yang itu rumahnya sudah terbakar, maka ketika ia bangun, ia langsung hangus. Ada yang ketika bangun rumahnya sudah tergenang air karena banjir. Bahkan ada yang ketika bangun, sudah disantroni penjahat. Bila kita bangun tanpa gangguan, maka itu berati kita dijaga oleh Allah.
Warodda ruhi
Sebagaimana tadi disampaikan, bahwa ruh itu dipegang oleh Allah. Bila kita bangun, berarti ini adalah nikmat dari Allah.
Terkait warodda ruhi, bahwa tidur itu dapat sekaligus mengalami kematian, kita teringat dengan hadits:

عَنِ الْبَرَاءِ بْنِ عَازِبٍ قَالَ قَالَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – « إِذَا أَتَيْتَ مَضْجَعَكَ فَتَوَضَّأْ وُضُوءَكَ لِلصَّلاَةِ ، ثُمَّ اضْطَجِعْ عَلَى شِقِّكَ الأَيْمَنِ ، وَقُلِ اللَّهُمَّ أَسْلَمْتُ نَفْسِى إِلَيْكَ ، وَفَوَّضْتُ أَمْرِى إِلَيْكَ ، وَأَلْجَأْتُ ظَهْرِى إِلَيْكَ ، رَهْبَةً وَرَغْبَةً إِلَيْكَ ، لاَ مَلْجَأَ وَلاَ مَنْجَا مِنْكَ إِلاَّ إِلَيْكَ ، آمَنْتُ بِكِتَابِكَ الَّذِى أَنْزَلْتَ ، وَبِنَبِيِّكَ الَّذِى أَرْسَلْتَ . فَإِنْ مُتَّ مُتَّ عَلَى الْفِطْرَةِ ، فَاجْعَلْهُنَّ آخِرَ مَا تَقُولُ »

Dari al-Barro` bin ‘Azib, ia berkata: “Nabi Muhammad shallallähu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Jika engkau mendatangi tempat tidur, maka berwudhulah seperti engkau berwudhu untuk shalat, kemudian berbaringlah ke sebelah kanan, dan kemudian ucapkanlah: ‘Ya Allah! Aku menyerahkan diriku kepada-Mu, aku menguasakan penuh urusanku kepada-Mu, aku memperlindungkan yang di belakangku kepada-Mua, ketakutan dan pengharapan adalah berdasar kepada-Mu, tidak ada tempat berlindung dan tempat keselamatan kecuali dari-Mu. Aku beriman kepada kitab-Mu yang telah Engkau turunkan dan terhadap Nabi-Mu yang Engkau utus.’ Jika engkau meninggal, maka engkau meninggal dalam keadaan fitrah. Jadikanlah do’a tersebut akhir perkataanmu.’ (HR. Bukhari)
Dalam hadits ini Nabi Muhammad shallallähu ‘alaihi wa sallam memberikan contoh kita untuk berwudhu kemudian berdo’a allahumma aslamtu ….
Keutamaan yang akan kita dapatkan bila membaca do’a ini sebelum tidur adalah fa in mutta mutta ‘ala al-fitrah (jika engkau meninggal, maka engkau meninggal dalam keadaan fitrah).
Dalam hadits ini disebut aslamtu nafsi, yaitu roh yang ada dalam jasad. Bila sudah keluar, maka ia disebut ruh. Aslamtu nafsi berarti aku menyerahkan ruhku terhadap Engkau ya Allah. Dengan membaca do’a ini berarti kita sudah siap untuk meninggal dunia. Atau dengan aslamtu nafsi ini kita berjanji untuk menyeleraskan jiwa kita dengan aturan Allah. Kita bertekad  untuk meng-Islamkan jiwa kita, badan kita, dan perbuatan kita.
Berbicara mati, ada perbedaan antara kita dengan fara Nabi. Mereka para Nabi bila akan meninggal duni diberitahu terlebih dahulu. Sebelum wafat mereka diperlihatkan dahulu tempat yang akan didiami. Kemudian, mereka diberikan pilihan: apakah mau meninggal sekarang atau nanti di suatu waktu? Mereka semuanya memilih untuk cepat meninggal dunia.
Keadaan kita tidak sama dengan para Nabi. Dalam al-Qur`an dikatakan:

وَلِكُلِّ أُمَّةٍ أَجَلٌ فَإِذَا جَاءَ أَجَلُهُمْ لَا يَسْتَأْخِرُونَ سَاعَةً وَلَا يَسْتَقْدِمُونَ (34)

Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu; Maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak dapat (pula) memajukannya. (QS. Al-A’raf: 34)
Meskipun, kita tidak diberitahu sebagaimana para Nabi, namun Allah sayang terhadap kita. Kita diberitahu pula dengan tanda-tanda kematian:
- Usia 60 atau  70

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « عُمُرُ أُمَّتِى مِنْ سِتِّينَ سَنَةً إِلَى سَبْعِينَ سَنَةً »  (الترمذي)

Dari Abu Hurairah radhiya alläh ‘anh, ia berkata: “Rasululläh shallallähu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Umur ummatku adalah antara 60 sampai 70 tahun.” (HR. Imam al-Tirmidzi)
Oleh karenanya, kalau usia lebih dari 60 atau lebih 70 itu bukan terlewat, tapi berupa bonus. Allah sayang, mungkin masih banyak dosa dan kesalahan yang harus diperbaiki. Bila ada orang tua yang usianya melebihi 60 atau 70, kita harus punya perhatian lebih. Kita harus berbuat baik terhadap mereka. Marilah kita buktikan yang terbaik untuk mereka.
-  Uban
Uban bila tumbuh jangan dicabut. Itu adalah tanda dari Allah subhanahu wa ta’ala. Bila kita bercermin di kaca, kemudian terlihat di uban, maka kita akan sadar akan telah dekatnya kematian, dan kita pun akan berusaha memperbaiki diri.
-  Mulai sakit-sakitan.
Sudah banyak yang kertipu adalah tanda kematian. Bila kulit kita keriput, maka organ di dalam pun sama seperti itu, dan pada waktunya akan terhenti.
-  Banyak yang meninggal seketika.
Hari ini kita melihat di beberapa tempat banyak musibah yang meminta korban banyak jiwa. Ini adalah tanda bahwa kematian itu telah dekat.
Waadzina li bidzikrihi
Kalau orang dipenjara betah tidak tinggal di penjara?
Kalau orang akan meninggal takut tidak? Apa yang diinginkan oleh yang meninggal itu?
Tiada lain yang diinginkan orang yang akan meninggal adalah waktu yang sebentar. Dengan waktu singkatnya itu ia ingin beribadah. Ia ingin shalat meskipun hanya 2 raka’at. Dengan demikian, kita harus bahagia karena masih bisa hidup. Waktu itu masih kita pakai untuk ibada. Untuk itu, waktu ini merupakan nikmat dari Allah, apalagi bila kita mampu menggunakannya untuk berdzikir dan beribadah kepada Allah.
Bila yang dipenjara boleh keluar? Boleh tentunya bila ada ijin. Kalau begitu, kalau orang yang tidur apa ijinnya? Wa adzina li bidzikrihi (Dan Ia mengijinkan aku untuk berdzikir kepada-Nya). Berarti, bila kita bangun kemudian melakukan maksiat, maka ini adalah sebuah penyelewengan.
Bila ada anak sekolah sudah 6 tahun menempuh pendidikan, namun ia tidak mampu apa-apa, maka berarti ia gagal. Belajar 6 tahun tidak menghasilkan apa-apa. Bagaimana dengan kehidupan kita bila berumur 60 tahun, namun tidak ada kebaikan dalam hidup kita? Bukankah ini sebuah kegagalan? Kegagalam hidup kita adalah manakala akhir kehidupan su`ul khatimah (diakhiri dengan keburukan). Bagi yang baik, maka akhir kehidupannya adalah husnul khatimah (diakhiri dengan kebaikan).
Salah satu tanda bagi khusnul khatimah adalah mengucapkan kalimah thayyibah sebagaimana dalam do’a ini. Hal ini sebagaimana kebiasaan orang tersebut dalam kehidupan sehari-harinya. Bila kalimah thayyibah yang dibiasakan, maka kalimat itu pula yang akan mengakhiri hidup kita. Sebaliknya, bila perkataan buruk dan kotor yang kita kenali, maka kalimat itu pula yang akan menemani kita hingga ajal tiba. Dalam kitab al-Kaba`ir (tentang dosa-dosa besar) dikisahkan bahwa ketika akan meninggal dunia, seseorang diperlihatkan mengenai kebiasaannya. Saya pernah melihat di UGD Rumah Sakit Garut seorang pemuda yang sedang sakaratul maut. Dalam menjelang ajalnya ia masih sempat mengucapkan: (Maaf, pen) “Anjing, aing rêk maot, kadieukeun arak” (Anjing, saya akan meninggal, tolong berikan arak). Ia mengucapkan itu karena kesehariannya adalah mabuk dan mengucapkan kata-kata kotor termasuk kalimat “anjing”. Na’udzu billah
4. Siwak/ menyikat gigi
Nabi Muhammad bila akan tidur itu senantiasa menyediakan siwak terlebih dahulu.

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ – رضى الله عنهما – قَالَ بِتُّ عِنْدَ خَالَتِى مَيْمُونَةَ ، فَتَحَدَّثَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – مَعَ أَهْلِهِ سَاعَةً ثُمَّ رَقَدَ ، فَلَمَّا كَانَ ثُلُثُ اللَّيْلِ الآخِرُ قَعَدَ فَنَظَرَ إِلَى السَّمَاءِ فَقَالَ ( إِنَّ فِى خَلْقِ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضِ وَاخْتِلاَفِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لآيَاتٍ لأُولِى الأَلْبَابِ ) ، ثُمَّ قَامَ فَتَوَضَّأَ وَاسْتَنَّ ، فَصَلَّى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً ، ثُمَّ أَذَّنَ بِلاَلٌ فَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ ، ثُمَّ خَرَجَ فَصَلَّى الصُّبْحَ (البخاري)

Dari Ibnu ‘Abbas radhiya alläh ‘anh, ia berkata: “Aku menginap di rumah bibiku Maimunah. Maka Rasululläh shallallähu ‘alaihi wa sallam berkata-kata dengan keluarganya beberapa sa’at kemudia beliau tidur. Ketika sepertiga malam terakhir, ia bangun kemudian duduk dan melihat ke langit dengan mengucapkan: inna fi khalqi al-samawati wa al-ardh (10 ayat terakhir dari surat Ali Imran). Kemudian ia berdiri dan berwudhu dengan bersiwak. Ia kemudian shalat sebelas raka’at. Beberapa waktu kemudian Bilal adzan, maka ia halat dua raka’at, kemudian ia keluar untuk shalat shubuh.” (HR. Imam Bukhari)
5. Mencuci tangan 3 kali

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « إِذَا اسْتَيْقَظَ أَحَدُكُمْ مِنْ نَوْمِهِ فَلاَ يَغْمِسْ يَدَهُ فِى الإِنَاءِ حَتَّى يَغْسِلَهَا ثَلاَثًا فَإِنَّهُ لاَ يَدْرِى أَيْنَ بَاتَتْ يَدُهُ ».

Dari Abu Hurairah radhiya alläh ‘anh, sesungguhnya Nabi Muhammad shallallähu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Jika salah seorang diantara kalian bangun dari tidurnya, maka janganlah ia membenamkan tangannya ke dalam bejana sehingga ia mencucinya tiga kali, karena ia tidak tahu dimanakah tangannya waktu tidur itu berada.” (HR. Imam Muslim)
6. Wudhu
Lihat dalam hadits-hadits di atas.
7. Istintsar keras 3 kali

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: “إذَا اسْتَيْقَظَ أَحَدُكُمْ مِنْ مَنَامِهِ فَلْيَسْتَنْثِرْ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ يَبِيتُ عَلَى خَيَاشِيمِهِ.” (مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ)

Dari Abu Hurairah radhiya alläh ‘anh, sesungguhnya Nabi Muhammad shallallähu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Bila bangun salah seorang diantara kalian dari tidurnya, maka hendaklah ia beristintsar (memasukkan air ke dalam hidung kemudian dikeluarkan) sebanyak tiga kali karena syetan tidur di dalam hidungnya.” (HR. Imam Bukhari dan Imam Muslim)
8. Shalat
Bukti dari nikmat yang kita terima, maka waktu malam selayaknya tidak dipakai tidur semua. Gunakanlah waktu malam itu untuk shalat tahajjud.

وَمِنَ اللَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهِ نَافِلَةً لَكَ عَسَى أَنْ يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَحْمُودًا (79)

Dan pada sebahagian malam hari bersembahyang tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; Mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yang Terpuji. (QS. Al-Isra: 79)
9. Membangunkan keluarga

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا

Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka (QS. Al-Tahrim: 6)
Allah akan menurunkan rahmat kepada orang yang shalat malam kemudian ia membangunkan keluarganya untuk shalat.

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « رَحِمَ اللَّهُ رَجُلاً قَامَ مِنَ اللَّيْلِ فَصَلَّى وَأَيْقَظَ امْرَأَتَهُ فَإِنْ أَبَتْ نَضَحَ فِى وَجْهِهَا الْمَاءَ رَحِمَ اللَّهُ امْرَأَةً قَامَتْ مِنَ اللَّيْلِ فَصَلَّتْ وَأَيْقَظَتْ زَوْجَهَا فَإِنْ أَبَى نَضَحَتْ فِى وَجْهِهِ الْمَاءَ ».  (أبو داود)

Dari Abu Hurairah radhiya alläh ‘anh, ia berkata: “Rasululläh shallallähu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Allah akan merahmati seorang yang ia bangun tengah malam untuk melaksanakan shalat malam kemudian membangunkan istrinya. Jika ia menolak, maka ia memercikkan air ke mukanya. Begitupula Allah akan merahmati seorang perempuan yang ia bangun tengah malam untuk melaksanakan shalat malam kemudian membangunkan suaminya. Jika ia menolak, maka ia memercikkan air ke mukanya.” (HR. Abu Dawud)
Membangunkan keluarga seperti itu adalah bagian dari amar ma’ruf nahi munkar (menyuruh kepada kebaikan dan melarang dari kemunkaran). Membangunkan orang yang tidur untuk shalat malam akan mendapat pahala, apakah dari amar ma’ruf nahi munkarnya, dari melaksanakan perintah Rasululläh shallallähu ‘alaihi wa sallam, dan dari orang yang dibangunkan kemudian ia shalat.
10.  Bangun pagi
Usahakan beraktifitas sepagi mungkin. Kuatkan untuk bangun pukul 2 atau pukul 3 malam.

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ – رضى الله عنه – أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – قَالَ « يَعْقِدُ الشَّيْطَانُ عَلَى قَافِيَةِ رَأْسِ أَحَدِكُمْ إِذَا هُوَ نَامَ ثَلاَثَ عُقَدٍ ، يَضْرِبُ كُلَّ عُقْدَةٍ عَلَيْكَ لَيْلٌ طَوِيلٌ فَارْقُدْ ، فَإِنِ اسْتَيْقَظَ فَذَكَرَ اللَّهَ انْحَلَّتْ عُقْدَةٌ ، فَإِنْ تَوَضَّأَ انْحَلَّتْ عُقْدَةٌ ، فَإِنْ صَلَّى انْحَلَّتْ عُقْدَةٌ فَأَصْبَحَ نَشِيطًا طَيِّبَ النَّفْسِ ، وَإِلاَّ أَصْبَحَ خَبِيثَ النَّفْسِ كَسْلاَنَ »

Dari Abu Hurairah radhiya alläh ‘anêh, sesungguhnya Rasululläh shallallähu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Syetan mengikat tengkuk kepala kalian bila tidur dengan tiga ikatan. Setiap tali tersebut terpasang di sepanjang malam. Maka tidurlah. Jika engkau bangun, kemudian memuji Allah, maka terbukalah satu ikatan. Kemudian jika engkau berwudhu, maka terlepas satu ikatan. Dan jika engkau shalat, maka terlepas pula satu ikatan. Maka ia akan menjadi giat dan baik jiwanya. Bila tidak, maka ia akan buruk jiwanya dan menjadi pemalas.” (HR. Muttafaq ‘Alaih)
11.  Merapihkan tempat tidur
Hal ini sebagaimana dijelaskan pada hadits pertama di atas.
Rasululläh shallallähu ‘alaihi wa sallam adalah teladan terbaik. Seluruh aspek kehidupan kita harus mencontoh kepada beliau. Ia telah memberikan contoh yang sempurna. Sebelum kita mencontoh perkara yang besar, tentu harus didahului dan jangan melupakan mencontoh masalah-masalah sederhana seperti bangun tidur ini. Bila kita sudah sukses dengan bangun tidur sesuai contoh Rasululläh shallallähu ‘alaihi wa sallam, maka yang lain akan mengikuti.
“Wallahu a’lam”
( Tausyiyyah untuk Pengajian Umum PLKJ Pesantren Persatuan Islam 85 Banjar di Cioyod Bayongbong Garut, 17 Januari 2011)

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar