Pendidikan modern kata Mohammad Iqbal, tidak mengajarkan air
mata pada mata dan kesejukan di hati, inilah prahara dunia pendidikan
kontemporer
Oleh: Sholih Hasyim
Ummat Terbaik
Sesungguhnya kata “adil” dan “adab” banyak kita temukan dalam Undang-undang kita. Bahkan dalam rumusan Pancasila yang merupakan indikator yang jelas kuatnya pengaruh pandangan Islam. Itu pula ditandai dengan terdapatnya sejumlah istilah kunci lain yang muatannya khas Islam – seperti “hikmah”, “musyawarah”, “perwakilan’, - dll.
Dua kata adil dan beradab berasal dari kosa kata yang memiliki makna khusus (istidlalan), maka hanya dapat dipahami dengan tepat jika dirunut pada pandangan-alam Islam.
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.” (QS: An Nahl (16) : 90).
Prof. Dr. Hamka dalam Tafsir Al-Azhar menjelaskan bahwa makna adil dalam ayat ini “menimbang yang sama berat, menyalahkan yang salah dan membenarkan yang benar, mengembaliukan hak kepada pemiliknya dan jangan berlaku zhalim, aniaya.”
Lawan dari adil adalah zhalim, yaitu mengingkari kebenaran karena ingin mencari keuntungan duniawi, mempertahankan perbuatan yang salah, karena ada kedekatan hubungan. Maka, selama keadilan itu masih terdapat dalam masyarakat, pergaulan hidup manusia, maka selama itu pula akan aman sentosa, timbul amanat dan saling mempercayai. Jadi adil tidak identik sama rata-sama rasa.
Banyak ulama telah banyak membahas makna adab dalam pandangan Islam. Anas ra. Meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda: “Akrimu auladakum wa-ahsinu adabahum.” (Muliakanlah anak-anakmu dan perbaikilah adab mereka (HR. Ibnu Majah).
Adalah KH. Asy’ari membuka karya tulisnya “Adabul ‘Alim Wal Muta’allim” , dengan mengutip sabda Rasulullah SAW : Haqqul waladi ‘alaa waalidaihi an-yuhsina ismahu, wa yuhsina murdhi’ahu wa yuhsina adabahu (Hak seorang anak atas orangtuanya adalah mendapatkan nama yang baik, pengasuhan yang baik, dan adab yang baik).
Habib bin as-Syahid suatu ketika menasihati putranya, ”Ishhabil fuqohaa-a wa ta’allam minhum adabahum, fainna dzalika ahabbu ilayya min katsirin minal haditsi.” (Bergaullah engkau dengan para fuqaha serta pelajarilah adab mereka. Sesungguhnya yang demikian itu lebih aku senangi daripada banyak hadits).
Ibnul Mubarak pernah mengatakan ; “Nahnu ilaa qalilin minal adabi ahwaja minna ilaa katsirin minal ‘ilmi.” (Mempunyai adab sedikit lebih kami butuhkan daripada banyak ilmu pengetahuan).
Rasulullah SAW bersabda : Tiada suatu pemberian yang paling baik dari orangtuanya kepada anaknya melebihi dari adab yang baik.” (al Hadits).
“Tiada sesuatu yang paling berat pada timbangan seorang hamba pada hari kiamat melebihi dari akhlak yang baik.” (HR. Abu Dawud dan Turmudzi).
Bertolak dari al-Quran dan Hadits serta perkataan para ulama di atas dapat dipahami bahwa adab sesungguhnya derivasi dari kualitas keimanan dan mutu ketaatan dalam menjalankan hukum-hukum Allah Subhanahu Wata’ala. Adab bukan sekedar sopan-santun dan unggah-ungguh (Jawa). Tetapi adab menggabungkan amal hati, amal lisan, dan amal anggota tubuh.
Bahkan, individu manusia yang terbaik adalah yang beriman dan beramal shalih (khoirul bariyyah) dan komunitas yang paling baik (khairu ummah) adalah yang selalu mengajak kepada al-ma’ruf (kebaikan yang dikenali hati) dan mencegah dari al-nunkar (kejelekan yang diingkari hati).
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ أُولَئِكَ هُمْ خَيْرُ الْبَرِيَّةِ
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, mereka itu adalah Sebaik-baik makhluk.” (QS. Al Bayyinah (98) : 7)
كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلَوْ آمَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.” (QS:Ali Imran (3) : 110).
Demikianlah dampak dari pendidikan yang mendahulukan adab. Anak-anak yang lahir dari pendidikan ber-adab akan melahirkan generasi-generasi tauhid yang hanya takut pada Allah semata. Generasi bertauhid, sudah pasti sikap dan tindak-tanduknya menggetarkan dunia dan alam sekitarnya.
Diriwayatkan dari ‘Aisyah رضي الله عنها bahwa Rasulullah pernah bersabda, “Sesungguhnya setan lari ketakutan jika bertemu Umar.”
Pertanyaannya, adakah pendidikan dan sekolah kita mampu melahirkan orang sekaliber Umar bin Khattab ini?
Sebaliknya, jika kita gagal menanamkan adab dan akhlak kepada anak-anak kita, yang lahir adalah generasi-generasi yang sesungguhnya tidak bermutu yang ujungnya justru meruntuhkan kekuatan bangsa kita yang katanya besar ini.
Sebagai penutup, ada pepatah Arab mengatakan, “Bangsa akan eksis jika akhlak penduduknya bermutu, jika akhlaknya hilang, maka ucapkanlah takziyah (ucapan selamat tinggal untuk orang yang meninggal) kepada bangsa tersebut.” *
Penulis adalah kolumnis hidayatullah.com tinggal di Kudus, Jawa Tengah
Ummat Terbaik
Sesungguhnya kata “adil” dan “adab” banyak kita temukan dalam Undang-undang kita. Bahkan dalam rumusan Pancasila yang merupakan indikator yang jelas kuatnya pengaruh pandangan Islam. Itu pula ditandai dengan terdapatnya sejumlah istilah kunci lain yang muatannya khas Islam – seperti “hikmah”, “musyawarah”, “perwakilan’, - dll.
Dua kata adil dan beradab berasal dari kosa kata yang memiliki makna khusus (istidlalan), maka hanya dapat dipahami dengan tepat jika dirunut pada pandangan-alam Islam.
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.” (QS: An Nahl (16) : 90).
Prof. Dr. Hamka dalam Tafsir Al-Azhar menjelaskan bahwa makna adil dalam ayat ini “menimbang yang sama berat, menyalahkan yang salah dan membenarkan yang benar, mengembaliukan hak kepada pemiliknya dan jangan berlaku zhalim, aniaya.”
Lawan dari adil adalah zhalim, yaitu mengingkari kebenaran karena ingin mencari keuntungan duniawi, mempertahankan perbuatan yang salah, karena ada kedekatan hubungan. Maka, selama keadilan itu masih terdapat dalam masyarakat, pergaulan hidup manusia, maka selama itu pula akan aman sentosa, timbul amanat dan saling mempercayai. Jadi adil tidak identik sama rata-sama rasa.
Banyak ulama telah banyak membahas makna adab dalam pandangan Islam. Anas ra. Meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda: “Akrimu auladakum wa-ahsinu adabahum.” (Muliakanlah anak-anakmu dan perbaikilah adab mereka (HR. Ibnu Majah).
Adalah KH. Asy’ari membuka karya tulisnya “Adabul ‘Alim Wal Muta’allim” , dengan mengutip sabda Rasulullah SAW : Haqqul waladi ‘alaa waalidaihi an-yuhsina ismahu, wa yuhsina murdhi’ahu wa yuhsina adabahu (Hak seorang anak atas orangtuanya adalah mendapatkan nama yang baik, pengasuhan yang baik, dan adab yang baik).
Habib bin as-Syahid suatu ketika menasihati putranya, ”Ishhabil fuqohaa-a wa ta’allam minhum adabahum, fainna dzalika ahabbu ilayya min katsirin minal haditsi.” (Bergaullah engkau dengan para fuqaha serta pelajarilah adab mereka. Sesungguhnya yang demikian itu lebih aku senangi daripada banyak hadits).
Ibnul Mubarak pernah mengatakan ; “Nahnu ilaa qalilin minal adabi ahwaja minna ilaa katsirin minal ‘ilmi.” (Mempunyai adab sedikit lebih kami butuhkan daripada banyak ilmu pengetahuan).
Rasulullah SAW bersabda : Tiada suatu pemberian yang paling baik dari orangtuanya kepada anaknya melebihi dari adab yang baik.” (al Hadits).
“Tiada sesuatu yang paling berat pada timbangan seorang hamba pada hari kiamat melebihi dari akhlak yang baik.” (HR. Abu Dawud dan Turmudzi).
Bertolak dari al-Quran dan Hadits serta perkataan para ulama di atas dapat dipahami bahwa adab sesungguhnya derivasi dari kualitas keimanan dan mutu ketaatan dalam menjalankan hukum-hukum Allah Subhanahu Wata’ala. Adab bukan sekedar sopan-santun dan unggah-ungguh (Jawa). Tetapi adab menggabungkan amal hati, amal lisan, dan amal anggota tubuh.
Bahkan, individu manusia yang terbaik adalah yang beriman dan beramal shalih (khoirul bariyyah) dan komunitas yang paling baik (khairu ummah) adalah yang selalu mengajak kepada al-ma’ruf (kebaikan yang dikenali hati) dan mencegah dari al-nunkar (kejelekan yang diingkari hati).
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ أُولَئِكَ هُمْ خَيْرُ الْبَرِيَّةِ
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, mereka itu adalah Sebaik-baik makhluk.” (QS. Al Bayyinah (98) : 7)
كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلَوْ آمَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.” (QS:Ali Imran (3) : 110).
Demikianlah dampak dari pendidikan yang mendahulukan adab. Anak-anak yang lahir dari pendidikan ber-adab akan melahirkan generasi-generasi tauhid yang hanya takut pada Allah semata. Generasi bertauhid, sudah pasti sikap dan tindak-tanduknya menggetarkan dunia dan alam sekitarnya.
Diriwayatkan dari ‘Aisyah رضي الله عنها bahwa Rasulullah pernah bersabda, “Sesungguhnya setan lari ketakutan jika bertemu Umar.”
Pertanyaannya, adakah pendidikan dan sekolah kita mampu melahirkan orang sekaliber Umar bin Khattab ini?
Sebaliknya, jika kita gagal menanamkan adab dan akhlak kepada anak-anak kita, yang lahir adalah generasi-generasi yang sesungguhnya tidak bermutu yang ujungnya justru meruntuhkan kekuatan bangsa kita yang katanya besar ini.
Sebagai penutup, ada pepatah Arab mengatakan, “Bangsa akan eksis jika akhlak penduduknya bermutu, jika akhlaknya hilang, maka ucapkanlah takziyah (ucapan selamat tinggal untuk orang yang meninggal) kepada bangsa tersebut.” *
Penulis adalah kolumnis hidayatullah.com tinggal di Kudus, Jawa Tengah
0 komentar:
Posting Komentar