Perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi (iptek) di satu sisi memang berdampak positif, yakni dapat
memperbaiki kualitas hidup manusia. Berbagai sarana modern industri,
komunikasi, dan transportasi, misalnya, terbukti amat bermanfaat. Dengan
ditemukannya mesin jahit, dalam 1 menit bisa dilakukan sekitar 7000 tusukan
jarum jahit. Bandingkan kalau kita menjahit dengan tangan, hanya bisa 23
tusukan per menit (Qardhawi, 1997). Dahulu Ratu Isabella (Spanyol) di abad XVI
perlu waktu 5 bulan dengan sarana komunikasi tradisional untuk memperoleh kabar
penemuan benua Amerika oleh Columbus (?). Lalu di abad XIX Orang Eropa perlu 2
minggu untuk memperoleh berita pembunuhan Presiden Abraham Lincoln. Tapi pada
1969, dengan sarana komunikasi canggih, dunia hanya perlu waktu 1,3 detik untuk
mengetahui kabar pendaratan Neil Amstrong di bulan (Winarno, 2004). Dulu orang
naik haji dengan kapal laut bisa memakan waktu 17-20 hari untuk sampai ke
Jeddah. Sekarang dengan naik pesawat terbang, kita hanya perlu 12 jam saja.
Subhanallah.
Tapi di sisi lain, tak jarang iptek berdampak negatif karena merugikan dan
membahayakan kehidupan dan martabat manusia. Bom atom telah menewaskan ratusan
ribu manusia di Hiroshima dan Nagasaki pada tahun 1945. Pada tahun 1995,
Elizabetta, seorang bayi Italia, lahir dari rahim bibinya setelah dua tahun
ibunya (bernama Luigi) meninggal. Ovum dan sperma orang tuanya yang asli,
ternyata telah disimpan di “bank” dan kemudian baru dititipkan pada bibinya,
Elenna adik Luigi (Kompas, 16/01/1995). Bayi tabung di Barat bisa berjalan
walau pun asal usul sperma dan ovumnya bukan dari suami isteri (Hadipermono,
1995).
Bioteknologi dapat digunakan untuk mengubah mikroorganisme yang sudah
berbahaya, menjadi lebih berbahaya, misalnya mengubah sifat genetik virus
influenza hingga mampu membunuh manusia dalam beberapa menit saja (Bakry,
1996). Kloning hewan rintisan Ian Willmut yang sukses menghasilkan domba
kloning bernama Dolly, akhir-akhir ini diterapkan pada manusia (human cloning).
Lingkungan hidup seperti laut, atmosfer udara, dan hutan juga tak sedikit
mengalami kerusakan dan pencemaran yang sangat parah dan berbahaya. Beberapa
varian tanaman pangan hasil rekayasa genetika juga diindikasikan berbahaya bagi
kesehatan manusia. Tak sedikit yang memanfaatkan teknologi internet sebagai
sarana untuk melakukan kejahatan dunia maya (cyber crime) dan untuk mengakses
pornografi, kekerasan, dan perjudian.
Di sinilah, peran agama sebagai pedoman hidup menjadi sangat penting untuk
ditengok kembali. Dapatkah agama memberi tuntunan agar kita memperoleh dampak
iptek yang positif saja, seraya mengeliminasi dampak negatifnya semiminal
mungkin? Sejauh manakah agama Islam dapat berperan dalam mengendalikan
perkembangan teknologi modern? Tulisan ini bertujuan menjelaskan peran Islam
dalam perkembangan dan pemanfaatan teknologi tersebut.
Kemajuan Ilmu pengetahuan dan
teknologi dunia, yang kini dipimpin oleh peradaban Barat satu abad terakhir
ini, mencegangkan banyak orang di berbagai penjuru dunia. Kesejahteraan dan
kemakmuran material (fisikal) yang dihasilkan oleh perkembangan Iptek modern
tersebut membuat banyak orang lalu mengagumi dan meniru-niru gaya hidup
peradaban Barat tanpa dibarengi sikap kritis terhadap segala dampak negatif dan
krisis multidimensional yang diakibatkannya.
Peradaban Barat moderen dan
postmodern saat ini memang memperlihatkan kemajuan dan kebaikan kesejahteraan
material yang seolah menjanjikan kebahagian hidup bagi umat manusia. Namun
karena kemajuan tersebut tidak seimbang, pincang, lebih mementingkan
kesejahteraan material bagi sebagian individu dan sekelompok tertentu
negara-negara maju (kelompok G-8) saja dengan mengabaikan, bahkan menindas
hak-hak dan merampas kekayaan alam negara lain dan orang lain yang lebih lemah
kekuatan iptek, ekonomi dan militernya, maka kemajuan di Barat melahirkan
penderitaan kolonialisme-imperialisme (penjajahan) di Dunia Timur &
Selatan.
Kemajuan
Iptek di Barat, yang didominasi oleh pandangan dunia dan paradigma sains
(Iptek) yang positivistik-empirik sebagai anak kandung filsafat-ideologi
materialisme-sekuler, pada akhirnya juga telah melahirkan penderitaan dan
ketidakbahagiaan psikologis/ruhaniah pada banyak manusia baik di Barat maupun
di Timur.
Krisis
multidimensional terjadi akibat perkembangan Iptek yang lepas dari kendali
nilai-nilai moral Ketuhanan dan agama. Krisis ekologis, misalnya: berbagai
bencana alam: Tsunami, gempa dan kacaunya iklim dan cuaca dunia akibat
pemanasan global yang disebabkan tingginya polusi industri di negara-negara
maju; Kehancuran ekosistem laut dan keracunan pada penduduk pantai akibat
polusi yang diihasilkan oleh pertambangan mineral emas, perak dan tembaga,
seperti yang terjadi di Buyat, Sulawesi Utara dan di Freeport Papua, Minamata
Jepang. Kebocoran reaktor Nuklir di Chernobil, Rusia, dan di India, dll. Krisis
Ekonomi dan politik yang terjadi di banyak negara berkembang dan negara miskin,
terjadi akibat ketidakadilan dan ’penjajahan’ (neo-imperialisme) oleh
negara-negara maju yang menguasai perekonomian dunia dan ilmu pengetahuan dan
teknologi modern.
0 komentar:
Posting Komentar